Perkembangan Demokrasi dan Tantangan di Masa Reformasi di Indonesi
Perkembangan demokrasi di Indonesia pada masa reformasi mengalami kemajuan yang pesat. Setelah pemilihan umum tahun 1999, partai-partai baru bermunculan dan jumlah partai politik yang ikut serta dalam pemilihan umum meningkat drastis dari tiga menjadi 48. Selain itu, dilakukan juga amandemen terhadap UUD NRI Tahun 1945, salah satunya adalah perubahan masa jabatan presiden. Sebelumnya, presiden dan wakil presiden dapat memegang jabatan selama lima tahun dan dapat dipilih kembali. Namun, setelah perubahan tersebut, presiden dan wakil presiden hanya dapat dipilih kembali dalam jabatan yang sama, hanya untuk satu kali masa jabatan. Pada tahun 2004, Indonesia mengalami kemajuan demokrasi yang signifikan dengan dilaksanakannya pemilihan presiden dan wakil presiden secara umum dan langsung. Warga negara Indonesia dapat memilih presiden dan wakil presiden dalam pemilihan umum yang diselenggarakan dalam dua putaran. Pemilihan tersebut dimenangkan oleh pasangan Susilo Bambang Yudhoyono sebagai presiden dan Muhammad Jusuf Kalla sebagai wakil presiden. Meskipun terjadi kemajuan dalam perkembangan demokrasi, masih terdapat sejumlah tantangan yang dihadapi. Salah satunya adalah semangat primordialisme yang semakin kuat di Indonesia. Beberapa masyarakat cenderung mementingkan suku, daerah, atau agama masing-masing, dan perbedaan tersebut seringkali dibesar-besarkan. Sebagai bangsa yang beragam, penting bagi masyarakat Indonesia untuk kembali menerapkan semboyan Bhinneka Tunggal Ika, yaitu "berbeda-beda, tetapi tetap satu". Selain itu, dalam era informasi yang terbuka, masyarakat juga perlu menjaga agar tidak terjadi penyusupan ideologi yang dapat mengancam persatuan dan kesatuan bangsa. Dalam menghadapi tantangan ini, penting bagi Indonesia untuk terus memperkuat demokrasi dan menjaga keberagaman sebagai kekayaan yang patut dijaga dan diperhatikan. Hanya dengan menjaga persatuan dan kesatuan, Indonesia dapat terus maju sebagai negara demokratis yang berdaulat.