Senja di Kota Tua **
** Mentari sore mulai meredup, menyapa langit dengan warna jingga yang lembut. Di sudut kota tua, di antara bangunan-bangunan bersejarah yang menjulang tinggi, seorang pemuda bernama Arya duduk di bangku taman, matanya menerawang ke arah jalanan yang ramai. "Arya, kau melamun lagi?" Suara lembut seorang wanita memecah lamunannya. Arya menoleh, senyum tipis terukir di bibirnya. "Hanya memikirkan masa depan, Tante." "Masa depan yang cerah, kan?" tanya wanita itu, matanya berbinar. Arya terdiam sejenak. "Entahlah, Tante. Hidup di kota ini tidak mudah. Banyak orang yang berjuang untuk bertahan hidup." "Ya, memang benar. Tapi jangan lupa, Arya, di tengah kesulitan selalu ada harapan. Lihatlah, di sekitar kita masih banyak orang yang saling membantu, yang peduli dengan sesama," kata wanita itu, menunjuk ke arah sekelompok anak-anak yang sedang bermain di taman. Arya mengangguk pelan. "Tante benar. Tapi, bagaimana dengan mereka yang terlupakan? Yang hidup di pinggiran kota, yang tak punya tempat berteduh?" "Mereka juga manusia, Arya. Mereka juga berhak mendapatkan kehidupan yang layak," jawab wanita itu dengan tegas. "Tapi, apa yang bisa kita lakukan? Kita hanya orang biasa," ucap Arya, suaranya terdengar lesu. "Kita bisa memulai dari hal kecil, Arya. Kita bisa berbagi dengan mereka yang membutuhkan, kita bisa menjadi suara bagi mereka yang tak bersuara," jawab wanita itu, matanya memancarkan semangat. Arya terdiam, merenungkan kata-kata wanita itu. Di dalam hatinya, sebuah tekad mulai tumbuh. Ia ingin melakukan sesuatu, ingin membantu mereka yang membutuhkan. "Tante, aku ingin belajar lebih banyak tentang mereka. Aku ingin tahu bagaimana caranya membantu mereka," kata Arya, suaranya terdengar lebih bersemangat. "Itulah semangat yang harus dimiliki, Arya. Jangan pernah menyerah untuk berbuat baik," jawab wanita itu, tersenyum bangga. Senja semakin meredup, langit berubah warna menjadi jingga pekat. Arya dan wanita itu masih duduk di bangku taman, berbincang tentang kehidupan, tentang harapan, dan tentang mimpi. Di tengah hiruk pikuk kota tua, mereka berdua menemukan sebuah makna, sebuah tujuan, sebuah semangat untuk terus berjuang, untuk terus berbagi, untuk terus menebarkan kebaikan.