Kopi Pahit Korupsi: Sebuah Perumpamaan **
** Bayangkan sebuah warung kopi sederhana di pinggir jalan. Sang pemilik, Pak Ahmad, adalah penjual kopi yang jujur dan pekerja keras. Setiap hari, ia menyeduh kopi dengan penuh kasih sayang, menggunakan bahan-bahan terbaik dan menjualnya dengan harga yang wajar. Warungnya ramai dikunjungi, karena kopi Pak Ahmad terkenal lezat dan harganya terjangkau. Namun, di seberang jalan, berdiri sebuah kafe mewah bernama "Kopi Koruptor". Pemiliknya, Pak Budi, adalah seorang pengusaha kaya yang terkenal korup. Ia menggunakan uang hasil korupsi untuk membangun kafe mewahnya, dengan interior yang megah dan menu kopi yang mahal. Meskipun kopi di "Kopi Koruptor" tidak lebih enak dari kopi Pak Ahmad, kafe ini selalu ramai pengunjung. Orang-orang tertarik dengan kemewahan dan gengsi yang ditawarkan kafe tersebut. Mereka rela membayar mahal untuk secangkir kopi, tanpa peduli dari mana asal uang Pak Budi. Perumpamaan ini menggambarkan realitas korupsi di masyarakat. Koruptor seperti Pak Budi, dengan uang hasil korupsi, membangun "kafe mewah" yang menarik perhatian banyak orang. Mereka menggunakan kekayaan hasil kejahatan untuk membeli popularitas dan kekuasaan. Namun, seperti kopi di "Kopi Koruptor", kekayaan hasil korupsi tidak akan pernah seindah dan selezat hasil kerja keras yang jujur seperti kopi Pak Ahmad. Korupsi hanya akan meninggalkan rasa pahit dan getir di hati masyarakat. Kita harus sadar bahwa korupsi adalah penyakit yang merusak sendi-sendi kehidupan. Kita harus berani melawan korupsi, dengan menolak untuk mendukung mereka yang terlibat dalam praktik korup. Mari kita bersama-sama membangun masyarakat yang adil dan sejahtera, dengan menolak kopi pahit korupsi dan memilih kopi manis hasil kerja keras yang jujur.