5 Alasan DJP Menghentikan Perundingan MAP
Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 172 Tahun 2023 telah mengatur mekanisme perundingan pelaksanaan Prosedur Persetujuan Bersama atau Mutual Agreement Procedure (MAP) antara Direktur Jenderal Pajak dan Wajib Pajak. Regulasi ini juga menegaskan kewenangan Direktur Jenderal Pajak untuk menghentikan perundingan. Pajak.com telah merangkum setidaknya 5 alasan DJP menghentikan perundingan MAP. 1. Ketidaksesuaian dengan P3B: Ketika ada ketidaksesuaian dengan Persetujuan Penghindaran Pajak Berganda (P3B), DJP dapat menghentikan perundingan MAP. Ini terjadi ketika ada sengketa yang menimbulkan pengenaan pajak berganda atau ketika ada indikasi bahwa tindakan otoritas negara mitra menyebabkan pengenaan pajak yang tidak sesuai dengan P3B. 2. Sengketa transfer harga: DJP juga dapat menghentikan perundingan MAP jika ada sengketa transfer harga. Ini terjadi ketika ada ketidaksesuaian dalam harga transfer antara perusahaan induk dan anak perusahaan, atau ketika ada ketidaksesuaian dalam harga transfer antara perusahaan yang terkait. 3. Ketidaksesuaian dengan hukum negara mitra: DJP dapat menghentikan perundingan MAP jika ada ketidaksesuaian dengan hukum negara. Ini terjadi ketika ada ketidaksesuaian dalam pengenaan pajak, pengenaan bea cukai, atau ketidaksesuaian lain yang terkait dengan hukum negara mitra. 4. Ketidaksesuaian dengan perjanjian bilateral: DJP dapat menghentikan perundingan MAP jika ada ketidaksesuaian dengan perjanjian bilateral. Ini terjadi ketika ada ketidaksesuaian dalam pengenaan pajak, pengenaan bea cukai, atau ketidaksesuaian lain yang terkait dengan perjanjian bilateral. 5. Ketidaksesuaian dengan perjanjian multilateral: DJP dapat menghentikan perundingan MAP jika ada ketidaksesuaian dengan perjanjian multilateral. Ini terjadi ketika ada ketidaksesuaian dalam pengenaan pajak, pengenaan bea cukai, atau ketidaksesuaian lain yang terkait dengan perjanjian multilateral. Dalam kesimpulannya, DJP dapat menghentikan perundingan MAP jika ada ketidaksesuaian dengan P3B, sengketa transfer harga, ketidaksesuaian dengan hukum negara mitra, ketidakian dengan perjanjian bilateral, atau ketidaksesuaian dengan perjanjian multilateral. DJP memiliki kewenangan untuk menghentikan perundingan untuk memastikan bahwa semua pihak mematuhi hukum dan peraturan pajak yang relevan.