Krisis Pendidikan di Jepang: Kunci Keberhasilan Bangkit dari Kehancuran
<br/ >Pada tahun 1945, kota Hiroshima dan Nagasaki dihancurkan oleh serangan bom atom yang mengguncang dunia. Namun, di tengah kehancuran tersebut, Kaisar Hirohito mengajukan pertanyaan yang menarik: "Berapa jumlah guru yang tersisa?" Mengapa dia tidak bertanya tentang persediaan makanan yang tersisa atau lahan yang bisa ditanami? Jawabannya terletak pada pernyataan singkat yang dia sampaikan: "Jepang kalah karena mereka tidak belajar." <br/ > <br/ >Krisis yang dihadapi Jepang pada saat itu bukanlah krisis pangan atau lahan, melainkan krisis pendidikan. Kaisar Hirohito menyadari bahwa keberhasilan Jepang di masa depan tidak hanya bergantung pada pemulihan infrastruktur fisik, tetapi juga pada pemulihan sistem pendidikan yang kuat. Oleh karena itu, ia mengumpulkan sisa-sisa 45 guru yang masih bertahan untuk diberdayakan. <br/ > <br/ >Dalam beberapa tahun berikutnya, Jepang fokus pada pemulihan pendidikan dan investasi dalam pengembangan sumber daya manusia. Mereka membangun sekolah-sekolah baru, melatih guru-guru yang berkualitas, dan mengembangkan kurikulum yang relevan dengan kebutuhan masa depan. Semua upaya ini bertujuan untuk memastikan bahwa generasi muda Jepang memiliki pengetahuan dan keterampilan yang diperlukan untuk membangun kembali negara mereka. <br/ > <br/ >Hasil dari upaya ini tidak diragukan lagi. Pada tahun 2023, Jepang berhasil masuk ke dalam daftar 10 negara termaju di dunia. Keberhasilan ini tidak hanya didorong oleh pemulihan ekonomi yang kuat, tetapi juga oleh sistem pendidikan yang diperkuat. Jepang telah belajar dari pengalaman pahit mereka dan mengubah krisis pendidikan menjadi peluang untuk tumbuh dan berkembang. <br/ > <br/ >Buku ini menarik untuk dibaca karena mengungkapkan betapa pentingnya pendidikan dalam menghadapi tantangan dan krisis. Kisah Jepang yang bangkit dari kehancuran menjadi inspirasi bagi kita semua untuk tidak pernah menyerah dalam menghadapi kesulitan.