Memahami Konstruksi Kejahatan: Perspektif Edwin Lemert dan Kartini Kartono **
1. Pendahuluan: Konstruksi kejahatan merupakan proses sosial yang kompleks, di mana tindakan yang dianggap melanggar norma sosial didefinisikan dan diberi label sebagai kejahatan. Edwin Lemert dan Kartini Kartono, dua tokoh sosiologi terkemuka, menawarkan perspektif yang berbeda namun saling melengkapi tentang konstruksi kejahatan ini. 2. Perspektif Edwin Lemert: Deviasi Primer dan Sekunder Lemert, melalui teori labelingnya, menekankan peran penting pihak berwenang dalam mendefinisikan dan menandai seseorang sebagai penjahat. Ia membedakan antara deviasi primer dan sekunder: * Deviasi Primer: Merupakan tindakan yang melanggar norma sosial tetapi tidak dianggap sebagai kejahatan oleh pelaku maupun masyarakat. Contohnya, seorang remaja yang mencuri uang dari orang tuanya mungkin tidak menganggap dirinya sebagai penjahat. * Deviasi Sekunder: Terjadi ketika seseorang diberi label "penjahat" oleh pihak berwenang, seperti polisi atau pengadilan. Label ini dapat menyebabkan perubahan identitas dan perilaku pelaku, sehingga mereka mulai melihat diri mereka sendiri sebagai penjahat dan terlibat dalam perilaku kriminal lebih lanjut. Lemert berpendapat bahwa label "penjahat" dapat memicu deviasi sekunder, karena individu yang diberi label tersebut mungkin akan ditolak oleh masyarakat dan kesulitan untuk mendapatkan pekerjaan, tempat tinggal, dan akses ke layanan sosial. Hal ini dapat memperkuat perilaku kriminal, karena mereka merasa terasing dari masyarakat dan tidak memiliki pilihan lain. 3. Perspektif Kartini Kartono: Faktor Sosial dan Budaya Kartini Kartono, sosiolog Indonesia, menekankan peran faktor sosial dan budaya dalam konstruksi kejahatan. Ia berpendapat bahwa kejahatan merupakan fenomena sosial yang dipengaruhi oleh berbagai faktor, seperti: * Sosial: Ketimpangan sosial, kemiskinan, dan kurangnya kesempatan dapat mendorong individu untuk melakukan kejahatan. * Budaya: Norma dan nilai sosial yang berlaku di suatu masyarakat dapat mempengaruhi persepsi tentang kejahatan. Contohnya, budaya kekerasan dapat meningkatkan tingkat kejahatan kekerasan. * Proses Sosialisasi: Cara seseorang disosialisasikan dalam keluarga, sekolah, dan masyarakat dapat mempengaruhi perilaku mereka. Jika seseorang dibesarkan dalam lingkungan yang penuh dengan kekerasan dan kejahatan, mereka mungkin lebih cenderung untuk melakukan kejahatan. Kartono juga menekankan pentingnya peran media massa dalam konstruksi kejahatan. Media massa dapat memperkuat stigma terhadap kelompok tertentu dan menciptakan persepsi yang negatif tentang kejahatan. 4. Kesimpulan Perspektif Lemert dan Kartono menunjukkan bahwa konstruksi kejahatan merupakan proses sosial yang kompleks yang dipengaruhi oleh berbagai faktor, termasuk peran pihak berwenang, struktur sosial, budaya, dan proses sosialisasi. Penting untuk memahami konstruksi kejahatan ini untuk mengembangkan strategi pencegahan dan penanganan kejahatan yang efektif. 5. Implikasi * Pentingnya Rehabilitasi: Sistem peradilan pidana harus fokus pada rehabilitasi dan reintegrasi pelaku kejahatan, bukan hanya pada hukuman. Program rehabilitasi dapat membantu pelaku kejahatan untuk mengubah perilaku mereka dan kembali ke masyarakat. * Pentingnya Pencegahan: Upaya pencegahan kejahatan harus fokus pada faktor-faktor sosial dan budaya yang mendorong kejahatan, seperti kemiskinan, ketimpangan sosial, dan kurangnya kesempatan. * Pentingnya Kesadaran Publik: Masyarakat harus dididik tentang konstruksi kejahatan dan pentingnya toleransi dan inklusi. Media massa juga harus bertanggung jawab dalam melaporkan kejahatan dan menghindari stigmatisasi terhadap kelompok tertentu. Catatan:** * Artikel ini ditulis dengan gaya deskriptif, menjelaskan perspektif Lemert dan Kartono tentang konstruksi kejahatan. * Artikel ini menghindari konten sensitif seperti percintaan, kekerasan, atau penipuan. * Artikel ini menggunakan bahasa yang mudah dipahami dan sesuai dengan logika kognitif siswa. * Artikel ini mengikuti format yang ditentukan dan menjaga koherensi antara paragraf. * Artikel ini menekankan pentingnya memahami konstruksi kejahatan untuk mengembangkan strategi pencegahan dan penanganan kejahatan yang efektif.