Melepas Rasa di Balik Kata: Memahami Gaya Basa "Mela Porah" dalam Puisi Sunda ##
Gaya bahasa "mela porah" dalam puisi Sunda merupakan salah satu teknik yang menarik untuk dikaji. Teknik ini melibatkan penggunaan kata-kata yang terkesan lugas, sederhana, dan langsung menusuk ke inti perasaan. Seperti namanya, "mela porah" berarti "melepas" atau "menumpahkan" rasa. Bayangkan sebuah sungai yang mengalir deras, membawa air yang jernih dan segar. Air itu mengalir tanpa henti, menghantam batu-batu di sekitarnya, dan akhirnya mencapai tujuannya. Begitu pula dengan puisi yang menggunakan gaya "mela porah", kata-katanya mengalir dengan bebas, menghantam hati pembaca, dan meninggalkan jejak emosi yang mendalam. Contohnya, dalam puisi "Kidung Sunda" karya R.A. Kartini, kita dapat menemukan penggunaan gaya "mela porah" dalam bait berikut: > *“Nyiarkeun rasa nu geus aya, > Ngalayang ka langit nu luhur, > Ngalir ka bumi nu geulis, > Ngalantunkeun lagu nu suci.”* Bait ini menggambarkan perasaan yang ingin diungkapkan, yang ingin dibagikan kepada dunia. Kata-kata "nyiarkeun", "ngalayang", "ngalir", dan "ngalantunkeun" menggambarkan proses pelepasan rasa yang mengalir dengan bebas. Gaya "mela porah" dalam puisi Sunda tidak hanya menghadirkan keindahan estetika, tetapi juga memiliki kekuatan untuk menyentuh hati pembaca. Melalui kata-kata yang sederhana dan lugas, puisi dengan gaya ini mampu menyampaikan pesan yang mendalam dan menyentuh jiwa. Kesimpulan: Gaya bahasa "mela porah" dalam puisi Sunda merupakan teknik yang unik dan efektif untuk menyampaikan emosi dan pesan. Dengan menggunakan kata-kata yang sederhana dan lugas, puisi dengan gaya ini mampu menyentuh hati pembaca dan meninggalkan kesan yang mendalam. Teknik ini menunjukkan bahwa keindahan puisi tidak selalu terletak pada kata-kata yang rumit, tetapi juga pada kemampuannya untuk mengungkapkan perasaan dengan jujur dan tulus.