Mengapa "Ketuhanan Yang Maha Esa" Tetap Relevan di Era Modern? **
Perdebatan mengenai sila pertama Pancasila, khususnya terkait dengan frasa "Ketuhanan Yang Maha Esa", kembali mencuat. Ki Bagus Hadikusumo, salah satu tokoh penting dalam perumusan Pancasila, dan banyak tokoh Islam lainnya, menyatakan dukungan kuat terhadap sila pertama ini. Mereka melihat "Ketuhanan Yang Maha Esa" sebagai fondasi penting bagi persatuan dan kerukunan bangsa Indonesia yang majemuk. Mengapa "Ketuhanan Yang Maha Esa" tetap relevan di era modern? Pertama, sila pertama ini menegaskan prinsip toleransi dan saling menghormati antar umat beragama. Indonesia, dengan beragam keyakinan, membutuhkan landasan yang kuat untuk menjaga kerukunan dan mencegah konflik antar agama. "Ketuhanan Yang Maha Esa" menjadi jembatan penghubung antar umat, menekankan kesamaan nilai-nilai luhur kemanusiaan yang dianut oleh setiap agama. Kedua, sila pertama ini mendorong semangat gotong royong dan persatuan. Dalam menghadapi tantangan global, seperti pandemi dan perubahan iklim, bangsa Indonesia membutuhkan persatuan dan kekuatan kolektif. "Ketuhanan Yang Maha Esa" mengingatkan kita bahwa kita semua adalah bagian dari satu bangsa, dan memiliki tanggung jawab bersama untuk membangun masa depan yang lebih baik. Ketiga, sila pertama ini menjadi landasan moral bagi bangsa Indonesia. Dalam era digital dan informasi yang cepat berkembang, nilai-nilai moral dan etika menjadi semakin penting. "Ketuhanan Yang Maha Esa" mengingatkan kita akan pentingnya kejujuran, keadilan, dan kasih sayang dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Kesimpulan:** "Ketuhanan Yang Maha Esa" bukan hanya sebuah frasa, tetapi sebuah prinsip yang mendalam yang menjadi pondasi bagi persatuan, toleransi, dan moral bangsa Indonesia. Di era modern ini, sila pertama Pancasila tetap relevan dan menjadi pedoman bagi kita untuk membangun bangsa yang adil, makmur, dan sejahtera.