Membangun Kota Inklusif: Menggali Akar Konseptual dan Teoretis
Uraian di atas menunjukkan bahwa tidak mudah untuk mendefinisikan "kota inklusif" dalam konteks lokal. Secara global, "kota inklusif" sering kali lebih dimaknai sebagai inklusivitas ekonomi daripada inklusivitas dan akses bagi difabel. Namun, tulisan ini bertujuan untuk mencari akar-akar konseptual dan teoretis dari konsep kota inklusif, dengan fokus pada inklusivitas dan akses bagi difabel. Dalam mencari definisi yang lebih baik, kita perlu melihat teori-teori inklusi-eksklusi sosial. Dari sini, kita dapat melihat bahwa kota inklusif dapat didefinisikan sebagai kota yang ramah bagi difabel, dengan empat indikator yang disarankan: partisipasi, ketersediaan layanan, pemenuhan hak, dan sikap atau budaya inklusi warga kota. Dengan definisi yang lebih jelas, upaya-upaya berbagai kota untuk mewujudkan hak bagi difabel dapat menjadi lebih terarah. Agendanya dapat terstruktur, dan sasarannya dapat diukur. Oleh karena itu, kita tidak boleh lagi menyederhanakan kota inklusif sebagai "kota pendidikan inklusif". Hak-hak difabel yang harus dipenuhi tidak hanya terbatas pada pendidikan, melainkan juga mencakup hak politik, ekonomi, budaya, olahraga, dan seni. Dalam membangun kota inklusif, penting untuk memahami bahwa inklusivitas dan akses bagi difabel adalah hak asasi manusia yang harus dihormati dan dipenuhi. Dengan memperhatikan akar konseptual dan teoretis dari kota inklusif, kita dapat memastikan bahwa upaya-upaya kita lebih efektif dan berdampak positif bagi difabel di seluruh dunia. Dalam mengakhiri tulisan ini, mari kita terus membuka diskusi lebih lanjut tentang apa dan bagaimana kota inklusif. Dengan pemahaman yang lebih baik, kita dapat menciptakan kota-kota yang lebih inklusif, ramah bagi difabel, dan memberikan kesempatan yang setara bagi semua warganya.