Pujian dan Kesombongan: Sebuah Kajian Etika Islam
Dalam khazanah etika Islam, pujian menempati posisi yang unik dan sarat makna. Di satu sisi, ia bisa menjadi pelipur lara, penyemangat jiwa, dan penguat ukhuwah. Namun di sisi lain, pujian juga berpotensi menjadi racun yang mematikan, menjerumuskan manusia ke jurang kesombongan yang menghancurkan.
Batasan Pujian dalam Islam
Islam, sebagai agama yang menjunjung tinggi akhlak mulia, tidak melarang umatnya untuk saling memuji. Pujian yang tulus, yang lahir dari ketulusan hati dan bertujuan untuk mengapresiasi kebaikan, justru dianjurkan dalam Islam. Rasulullah SAW sendiri pernah memuji para sahabatnya, seperti memuji Abu Bakar Ash-Shiddiq sebagai orang yang paling dicintainya setelah Khadijah.
Namun, Islam dengan tegas melarang pujian yang berlebihan dan mengarah pada penyanjungan. Pujian semacam ini hanya akan menumbuhkan kesombongan dalam diri orang yang dipuji, membuatnya merasa lebih tinggi dari yang lain. Rasulullah SAW bersabda, "Janganlah kalian memujiku secara berlebihan sebagaimana kalian memuji orang-orang Nasrani terhadap Isa putra Maryam. Sesungguhnya aku hanyalah seorang hamba. Maka sebutlah aku sebagai hamba Allah dan Rasul-Nya." (HR. Bukhari).
Bahaya Kesombongan dalam Islam
Kesombongan, dalam pandangan Islam, adalah dosa besar yang sangat dibenci oleh Allah SWT. Kesombongan adalah sikap merasa diri lebih baik, lebih tinggi, atau lebih mulia daripada orang lain. Orang yang sombong akan selalu meremehkan orang lain, merasa dirinya paling benar, dan enggan menerima kebenaran dari orang lain.
Allah SWT berfirman, "Dan janganlah kamu memalingkan mukamu dari manusia (karena sombong) dan janganlah kamu berjalan di muka bumi dengan angkuh. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang sombong lagi membanggakan diri." (QS. Luqman: 18).
Kesombongan adalah penyakit hati yang sangat berbahaya. Ia dapat menutup pintu hidayah, menghalangi seseorang untuk bertaubat, dan menjerumuskannya ke dalam neraka. Rasulullah SAW bersabda, "Tidak akan masuk surga orang yang di dalam hatinya ada kesombongan sebesar biji sawi." (HR. Muslim).
Menjaga Diri dari Kesombongan
Menjaga diri dari kesombongan adalah kewajiban setiap muslim. Ada beberapa cara yang dapat dilakukan untuk menghindari sifat tercela ini, di antaranya:
Pertama, senantiasa mengingat Allah SWT. Dengan mengingat Allah, kita akan menyadari bahwa segala nikmat yang kita miliki, baik berupa harta, tahta, maupun ilmu, hanyalah titipan dari-Nya. Kita tidak memiliki alasan untuk sombong karena sejatinya kita bukanlah pemilik sejati dari semua itu.
Kedua, meneladani akhlak Rasulullah SAW. Rasulullah SAW adalah manusia terbaik yang pernah diciptakan Allah SWT. Beliau adalah sosok yang sangat tawadhu, rendah hati, dan jauh dari sifat sombong. Beliau selalu memuliakan tamu, menyapa anak kecil, dan membantu orang-orang yang membutuhkan.
Ketiga, menjauhi lingkungan yang dapat memicu kesombongan. Lingkungan pergaulan sangat berpengaruh terhadap pembentukan karakter seseorang. Jika kita berada di lingkungan yang dipenuhi orang-orang sombong, maka besar kemungkinan kita akan tertular sifat tersebut. Sebaliknya, jika kita berada di lingkungan yang dipenuhi orang-orang rendah hati, maka kita akan termotivasi untuk meniru akhlak mulia mereka.
Pujian, jika disikapi dengan bijak, dapat menjadi energi positif yang mendorong kita untuk terus berbuat baik. Namun, jika tidak diimbangi dengan iman yang kuat dan akhlak yang mulia, pujian justru dapat menjadi bumerang yang menghancurkan diri kita sendiri. Marilah kita senantiasa berlindung kepada Allah SWT dari sifat sombong dan memohon agar Dia menjadikan kita hamba-hamba-Nya yang selalu rendah hati.