Penolakan MPRS terhadap Pidato Nawaksara oleh Presiden Soekarno
Pada tahun yang penuh gejolak politik, MPRS (Majelis Permusyawaratan Rakyat Sementara) menolak pidato Nawaksara yang disampaikan oleh Presiden Soekarno. Penolakan ini terjadi karena beberapa alasan yang signifikan. Salah satu alasan penolakan tersebut adalah karena MPRS telah mengeluarkan keputusan terkait pembentukan cabinet Ampera. Keputusan ini merupakan langkah penting dalam upaya untuk mengatasi krisis politik yang sedang terjadi pada saat itu. Pidato Nawaksara yang disampaikan oleh Presiden Soekarno tidak banyak menyinggung tentang peristiwa G 30 S/PKI yang menjadi salah satu isu krusial pada masa itu. Hal ini membuat MPRS merasa bahwa pidato tersebut tidak memperhatikan isu-isu yang sedang dihadapi oleh negara. Selain itu, Presiden Soekarno juga menolak untuk merombak Kabinet Dwikora yang saat itu sedang berkuasa. Keputusan ini menunjukkan ketidakmampuan Presiden Soekarno untuk mengakomodasi perubahan yang diperlukan dalam pemerintahan. MPRS melihat bahwa penolakan ini merupakan tanda ketidakmampuan Presiden Soekarno untuk menghadapi tantangan politik yang ada. Selain itu, kedudukan Suharto sebagai pengeban supersemar semakin kuat pada saat itu. Supersemar merupakan surat perintah dari Presiden Soekarno kepada Jenderal Suharto untuk mengambil alih kekuasaan. Namun, Presiden Soekarno enggan menyerahkan jabatannya kepada Suharto. Hal ini menunjukkan bahwa Presiden Soekarno tidak memiliki keinginan untuk mengakui perubahan politik yang sedang terjadi. Dalam kesimpulannya, penolakan MPRS terhadap pidato Nawaksara oleh Presiden Soekarno terjadi karena beberapa alasan yang signifikan. Keputusan MPRS terkait pembentukan cabinet Ampera, kurangnya perhatian pada isu G 30 S/PKI, penolakan untuk merombak Kabinet Dwikora, dan ketidakmampuan Presiden Soekarno untuk mengakui perubahan politik yang sedang terjadi, semuanya merupakan faktor-faktor yang mempengaruhi penolakan tersebut.