COP28: Inventarisasi Global dan Tantangan Masa Depan
Pertemuan puncak iklim tahunan, COP28, telah menjadi sorotan utama bagi mahasiswa dan pengajar di Yale School of Environment (YSE) dan Yale. Konferensi ini, yang diadakan oleh Konvensi Kerangka Kerja PBB tentang Perubahan Iklim, bertujuan untuk mengadakan inventarisasi global dalam mengurangi emisi gas rumah kaca. Dalam esai ini, kita akan menjelajahi fokus dari COP28, pandangan Sara Kuebbing tentang hutan, dan rendahnya literasi orang Indonesia tentang pemanasan global. Pendahuluan: COP28, yang berlangsung di Dubai pada November-Desember 2023, diharapkan akan menjadi tonggak penting dalam upaya global untuk mengatasi perubahan iklim. Pertemuan ini akan melibatkan negosiator, pembuat kebijakan, aktivis lingkungan hidup, dan kepala negara dari hampir 200 negara. Fokus utama dari COP28 adalah Pengambilan Saham Global yang pertama, yang bertujuan untuk mengurangi emisi gas rumah kaca ke tingkat yang diperlukan untuk menjaga pemanasan global di bawah 2°C di atas tingkat pra-industri. Isi Tulisan: Dalam Perjanjian Paris, inventarisasi global diadopsi sebagai langkah penting dalam mengukur kemajuan dalam mengurangi emisi gas rumah kaca. Inventarisasi ini dilakukan setiap lima tahun dan dimulai pada COP26 di Glasgow. COP28 akan menjadi momen penting dalam mengevaluasi kemajuan yang telah dicapai dan menetapkan langkah-langkah selanjutnya untuk mencapai target emisi nol bersih pada tahun 2050. Selain itu, pandangan Sara Kuebbing tentang hutan juga menjadi perhatian dalam COP28. Kuebbing, seorang ahli ekologi, berpendapat bahwa hutan memiliki peran penting dalam mengurangi emisi gas rumah kaca dan menjaga keanekaragaman hayati. Dia menekankan perlunya melindungi hutan dan mengembangkan kebijakan yang berkelanjutan untuk memastikan keberlanjutan lingkungan. Namun, tidak hanya fokus pada isu global, kita juga harus memperhatikan rendahnya literasi orang Indonesia tentang pemanasan global. Meskipun perubahan iklim menjadi isu yang semakin mendesak, literasi tentang hal ini masih sangat rendah di Indonesia. Hal ini menunjukkan perlunya upaya yang lebih besar dalam meningkatkan pemahaman masyarakat tentang dampak perubahan iklim dan pentingnya tindakan kolektif. Penutup: COP28 adalah kesempatan bagi mahasiswa dan pengajar di Yale School of Environment (YSE) dan Yale untuk berpartisipasi dalam upaya global untuk mengatasi perubahan iklim. Fokus pada Pengambilan Saham Global dan pandangan Sara Kuebbing tentang hutan menunjukkan pentingnya kerjasama internasional dalam mengurangi emisi gas rumah kaca dan menjaga keberlanjutan lingkungan. Namun, rendahnya literasi orang Indonesia tentang pemanasan global menunjukkan perlunya upaya yang lebih besar dalam meningkatkan pemahaman masyarakat tentang isu ini. Dengan kerjasama dan kesadaran kolektif, kita dapat mencapai perubahan positif dalam menghadapi tantangan perubahan iklim.