Mencari Kebenaran di Balik Cermin **
** Di sebuah ruangan remang-remang, seorang pemuda duduk termenung di depan cermin. Ia menatap bayangannya dengan tatapan kosong, seakan mencari jawaban atas pertanyaan yang tak terucapkan. "Siapakah aku?" gumamnya dalam hati. Pertanyaan sederhana itu, yang seringkali dianggap remeh, telah menghantuinya selama bertahun-tahun. Ia teringat akan pelajaran filsafat yang pernah dipelajarinya. Socrates, Plato, Aristoteles, nama-nama besar yang telah mendedikasikan hidup mereka untuk mencari makna di balik keberadaan manusia. Namun, semakin dalam ia menyelami dunia filsafat, semakin banyak pertanyaan yang muncul. "Apakah aku hanyalah kumpulan atom yang bergerak secara acak?" tanyanya pada dirinya sendiri. "Atau apakah ada sesuatu yang lebih, sebuah jiwa, sebuah kesadaran yang melampaui materi?" Ia mencoba mencari jawaban dalam buku-buku, dalam percakapan dengan teman-temannya, bahkan dalam meditasi. Namun, jawaban yang ia cari seakan menghilang di balik kabut misteri. Suatu hari, ia bertemu dengan seorang bijak tua yang telah menghabiskan hidupnya merenungkan filsafat. "Kebenaran tidak terletak di luar dirimu," kata sang bijak. "Kebenaran ada di dalam dirimu, dalam cara kamu memandang dunia." Kata-kata sang bijak itu seperti membuka mata pemuda itu. Ia menyadari bahwa pencarian kebenaran bukanlah tentang menemukan jawaban yang pasti, melainkan tentang perjalanan menemukan makna dalam hidup. Sejak saat itu, pemuda itu tidak lagi terobsesi dengan mencari jawaban yang mutlak. Ia belajar untuk menghargai proses pencarian itu sendiri, untuk menemukan makna dalam setiap pengalaman, dan untuk terus bertanya, terus mencari, terus belajar. Cermin di hadapannya kini tidak lagi menjadi simbol kehampaan, melainkan cerminan dari perjalanan pencarian dirinya sendiri. Ia menyadari bahwa kebenaran sejati bukanlah sesuatu yang dapat ditemukan, melainkan sesuatu yang harus diciptakan, melalui pengalaman, refleksi, dan ketekunan dalam mencari makna.