Tangisan Lia dan Sila, Harapan di Balik Air Mata **
Senja menyapa dengan lembut, langit berwarna jingga kemerahan menyapa Argantara dan Veranda yang baru saja pulang dari kantor. Namun, suasana rumah terasa berbeda. Biasanya, mereka disambut dengan tawa riang anak-anak mereka, Shani, Gracia, Feni, Jinan, Cindy, dan Celine. Namun, kali ini, yang terdengar hanyalah isak tangis. Lia dan Sila, dua adik perempuan mereka, duduk di ruang tamu dengan wajah bercucuran air mata. Argantara dan Veranda saling berpandangan, khawatir. Mereka segera menghampiri kedua anak mereka, menanyakan apa yang terjadi. "Ada apa, sayang? Kenapa kalian menangis?" tanya Veranda lembut, memeluk Lia dan Sila. Lia dan Sila terisak, tak mampu berkata-kata. Argantara dan Veranda mencoba menenangkan mereka, sabar menunggu hingga kedua anak mereka bisa menceritakan apa yang membuat mereka sedih. Lama kemudian, Lia dan Sila akhirnya bercerita. Mereka bercerita tentang mimpi mereka yang ingin menjadi dokter dan membantu orang lain. Mereka bercerita tentang betapa mereka ingin belajar dengan giat agar bisa mewujudkan mimpi mereka. Namun, mereka juga bercerita tentang rasa takut mereka, takut gagal, takut tidak bisa mencapai cita-cita mereka. Mendengar cerita anak-anak mereka, Argantara dan Veranda merasa haru. Mereka menyadari bahwa mimpi anak-anak mereka adalah mimpi yang mulia, mimpi yang ingin membantu orang lain. Mereka juga menyadari bahwa rasa takut yang dirasakan Lia dan Sila adalah rasa takut yang wajar, rasa takut yang dialami oleh setiap orang yang ingin meraih mimpi. "Kalian tidak perlu takut, sayang," kata Argantara, menenangkan Lia dan Sila. "Ayah dan Ibu akan selalu mendukung kalian. Kalian bisa meraih mimpi kalian, asalkan kalian mau berusaha dan tidak pernah menyerah." Veranda menambahkan, "Ingat, sayang, setiap orang punya jalannya masing-masing. Mungkin jalan kalian tidak selalu mulus, tapi yakinlah, dengan usaha dan tekad yang kuat, kalian pasti bisa mencapai tujuan kalian." Lia dan Sila mengangguk, air mata mereka perlahan berhenti mengalir. Mereka merasa lebih tenang setelah mendengar kata-kata penguatan dari orang tua mereka. Mereka kembali tersenyum, semangat mereka kembali menyala. Tangisan Lia dan Sila menjadi pelajaran berharga bagi Argantara dan Veranda. Mereka menyadari bahwa anak-anak mereka membutuhkan dukungan dan dorongan, bukan hanya dalam hal materi, tapi juga dalam hal mental dan emosional. Mereka berjanji untuk selalu ada di samping anak-anak mereka, untuk mendukung mereka dalam meraih mimpi mereka, dan untuk membantu mereka mengatasi rasa takut mereka. Wawasan:** Kisah Lia dan Sila mengingatkan kita bahwa setiap anak memiliki mimpi dan harapan. Sebagai orang tua, kita memiliki peran penting untuk mendukung dan mendorong mereka dalam meraih mimpi mereka. Kita juga harus mengajarkan mereka untuk berani menghadapi rasa takut dan tidak mudah menyerah.