Ria, Sebuah Pelukan untuk Ibu Tiri **
** Senja menyapa dengan hangat, menerangi meja makan yang dipenuhi tawa dan canda. Argantara, sang ayah, duduk di kepala meja, disisi kirinya duduk tiga putrinya, Shani, Gracia, dan Feni. Di sisi kanan, duduk Veranda, ibu tiri mereka. Ria, adik bungsu mereka, turun dari kamarnya dan menyapa ayahnya dan ketiga kakaknya. Namun, yang membuat semua orang tercengang adalah sapaan Ria kepada Veranda, "Selamat malam, Ibu." Ketiga kakak Ria terdiam, tak percaya dengan apa yang baru saja mereka dengar. Argantara tersenyum hangat, "Ria, kamu sudah besar ya. Sudah bisa memanggil Ibu Veranda dengan sebutan Ibu." Ria mengangguk malu, pipinya memerah. Setelah makan malam, semua berkumpul di ruang tamu. Ria memilih untuk mengerjakan tugas sekolahnya di kamar. Ia mengerutkan kening, berusaha memecahkan soal matematika yang rumit. Decakan kecil keluar dari bibirnya, namun tak lama kemudian, senyum merekah di wajahnya. Ia menemukan jawabannya. Saat Ria kembali fokus pada tugasnya, sebuah kecoa terbang melintas di hadapannya. Ria terkejut, berteriak kecil. Argantara dan Veranda yang mendengar teriakan Ria langsung berlari ke kamarnya. "Ria, kenapa? Apa yang terjadi?" tanya Veranda khawatir. Ria memeluk erat Veranda, air matanya mengalir deras. "Aku takut, Bu," lirihnya. Veranda mengelus lembut rambut Ria, menenangkannya. Di tengah ketakutan Ria, Veranda hadir sebagai sosok yang menenangkan. Pelukan hangat Veranda menjadi bukti bahwa Ria mulai menerima Veranda sebagai ibunya. Sebuah pelukan yang penuh kasih sayang, sebuah tanda awal dari sebuah keluarga yang utuh.