Jejak di Hujan **
Hujan mengguyur kota dengan deras, membasahi jalanan dan menenggelamkan suara-suara bising. Pak Harun, seorang pria paruh baya dengan wajah yang penuh kerut, berjalan gontai di tengah derasnya hujan. Matanya menerawang, mencari sesuatu yang tak kasat mata. Sejak pagi, Pak Harun tak henti-hentinya mencari keberadaan anaknya, Rian. Bocah berusia 10 tahun itu menghilang sejak kemarin sore, saat Pak Harun sedang bekerja di bengkelnya. Rian biasanya bermain di taman dekat rumah, tapi kali ini ia tak kunjung pulang. Pak Harun sudah mencari ke mana-mana. Ia bertanya kepada tetangga, teman-teman Rian, bahkan ke polisi. Namun, semua usahanya sia-sia. Rian seperti ditelan bumi. Hujan semakin deras, membasahi tubuh Pak Harun hingga ke tulang. Ia merasa lelah, tapi semangatnya tak kunjung padam. Ia harus menemukan Rian, apapun yang terjadi. Di tengah perjalanan, Pak Harun melihat sebuah kertas kecil tergeletak di pinggir jalan. Kertas itu basah kuyup, tapi Pak Harun masih bisa membaca tulisan di atasnya. "Rian, tunggu di taman dekat sekolah." Seketika, harapan kembali menyala di hati Pak Harun. Ia berlari sekuat tenaga menuju taman dekat sekolah. Di sana, ia melihat Rian sedang duduk di bangku taman, tertidur pulas. Pak Harun memeluk Rian erat-erat. Air mata haru mengalir di pipinya. Ia bersyukur Rian selamat. "Rian, nak, kamu membuat ayahmu khawatir," kata Pak Harun sambil mengelus rambut Rian. Rian terbangun dan tersenyum. "Ayah, maaf. Aku ketiduran di taman. Aku lupa jalan pulang." Pak Harun menggendong Rian dan berjalan pulang. Hujan masih mengguyur kota, tapi hati Pak Harun terasa hangat. Ia bersyukur Rian telah kembali padanya. Catatan:** Cerita ini menekankan pada kasih sayang seorang ayah terhadap anaknya. Meskipun dalam situasi sulit, Pak Harun tetap tegar dan tak henti-hentinya mencari Rian. Cerita ini juga mengandung pesan moral tentang pentingnya menjaga anak dan tidak membiarkan mereka bermain sendirian di tempat yang berbahaya.