Deklarasi Ekonomi: Strategi untuk Kemajuan Ekonomi Nasional
Pada tanggal 28 Maret 1963, Presiden Soekarno menyampaikan Deklarasi Ekonomi (Dekon) di Jakarta. Dekon merupakan strategi ekonomi terpimpin yang bertujuan untuk menciptakan ekonomi nasional yang bersifat demokratis dan bebas dari ketergantungan pada negara-negara asing. Dalam upaya mencapai kemajuan ekonomi, pemerintah Indonesia menyatakan bahwa ekonomi Indonesia akan berpegang pada sistem ekonomi Berdikari, yaitu berdiri di atas kaki sendiri. Namun, pelaksanaan Dekon ditunda oleh Presiden Soekarno pada bulan September 1963. Alasan penundaan tersebut adalah karena pemerintah sedang berkonsentrasi pada konfrontasi dengan Malaysia. Meskipun demikian, upaya perbaikan ekonomi yang dilakukan pemerintah pada masa Demokrasi Terpimpin tidak menunjukkan hasil yang menggembirakan. Kondisi ekonomi pada saat itu semakin memburuk karena anggaran belanja negara terus meningkat tanpa diimbangi dengan pendapatan negara yang memadai. Salah satu penyebab meningkatnya anggaran belanja adalah pembangunan proyek-proyek mercusuar yang lebih bersifat politis. Akibatnya, ekonomi semakin terpuruk. Pada tahun 1965, harga barang-barang naik mencapai 200-300%. Untuk mengatasi hal ini, pemerintah mengeluarkan kebijakan penggantian pecahan mata uang Rp1000,00 (uang lama) dengan Rp 1 (uang baru). Selain itu, pemerintah juga mengumumkan kenaikan harga bahan bakar. Kebijakan-kebijakan ini menyebabkan mahasiswa dan masyarakat turun ke jalan untuk menyuarakan Tri Tuntutan Rakyat (Tritura). Dalam konteks ini, Deklarasi Ekonomi menjadi sangat relevan. Meskipun pelaksanaannya ditunda, strategi ini tetap menjadi landasan untuk mencapai kemajuan ekonomi nasional. Dalam menghadapi tantangan ekonomi, penting bagi Indonesia untuk tetap berpegang pada prinsip ekonomi Berdikari dan mencari solusi yang sesuai dengan kondisi dan kebutuhan negara.