Stratifikasi Sosial dan Hubungan Raja-Rakyat dalam Masyarakat Zaman Mataram
Sumber dari berbagai prasasti menyebutkan adanya stratifikasi sosial dalam masyarakat zaman Mataram. Stratifikasi sosial ini didasarkan pada pembagian kasta dan kedudukan seseorang dalam masyarakat, baik dalam struktur birokrasi maupun berdasarkan kekayaan materiil. Namun, dalam kenyataannya, stratifikasi sosial ini bersifat kompleks dan tumpang tindih. Sebagai contoh, seorang kasta brahmana dapat menduduki jabatan dalam struktur birokrasi pemerintahan tingkat pusat, daerah, dan desa (wanua). Namun, mereka juga dapat tidak memiliki jabatan tertentu. Begitu pula dengan kasta ksatria, mereka dapat menduduki jabatan keagamaan di tingkat pusat, namun juga dapat menjadi pertapa dan tinggal di suatu biara. Selain itu, hubungan antara raja dan rakyat dalam masyarakat zaman Mataram sulit terlaksana secara langsung. Hubungan antara raja dan para pejabat tinggi kerajaan juga hanya terjadi secara formal. Setiap hari, raja mengadakan pertemuan dengan putra mahkota, para pengeran, para pejabat tinggi, dan pendeta penasihat raja. Dalam pertemuan tersebut, perintah raja diturunkan melalui putra mahkota, yang kemudian meneruskannya kepada para pejabat tinggi kerajaan. Para pejabat ini kemudian menyampaikan perintah raja kepada utusan daerah yang datang menghadap dan mengajukan permohonan kepada raja. Namun, ada kemungkinan bahwa raja memerintahkan petugas untuk menyampaikan perintah tersebut ke daerah yang bersangkutan. Dalam kesimpulannya, stratifikasi sosial dalam masyarakat zaman Mataram sangat kompleks dan tumpang tindih. Kasta dan kedudukan seseorang dalam masyarakat tidak hanya ditentukan oleh struktur birokrasi dan kekayaan materiil, tetapi juga oleh faktor-faktor lainnya. Selain itu, hubungan antara raja dan rakyat serta antara raja dan para pejabat tinggi kerajaan sulit terlaksana secara langsung, dan sering kali hanya terjadi secara formal melalui pertemuan dan perantara.