Api di Balik Mata **
** Asap mengepul, membumbung tinggi ke langit senja. Bau hangus tercium menusuk hidung, mencampur aroma tanah basah setelah hujan. Di tengah kepulan asap itu, seorang remaja berdiri terpaku, matanya kosong menatap sisa-sisa bangunan yang terbakar. Dia, Ardi, adalah pelaku dari tragedi ini. Ardi bukanlah anak nakal. Dia adalah anak yang pendiam, rajin belajar, dan selalu mendapat pujian dari guru. Namun, di balik sikapnya yang pendiam, tersimpan luka yang tak terobati. Pertengkaran hebat dengan orang tuanya, yang berujung pada pengusiran dari rumah, membuat Ardi merasa terpuruk. Dia merasa tak punya tempat lagi untuk pulang. Kekecewaan dan amarah menggerogoti hatinya. Dia merasa dunia ini tak adil, dan tak ada yang peduli dengannya. Saat itu, sebuah ide muncul di benaknya. Sebuah ide yang berbahaya, tapi terasa seperti satu-satunya jalan keluar. Ardi memutuskan untuk membakar rumah kosong di dekat rumahnya. Dia ingin merasakan kepuasan melihat sesuatu hancur, seperti hatinya yang hancur. Dia ingin dunia merasakan sakit yang sama seperti yang dia rasakan. Api berkobar, melahap segalanya dengan cepat. Ardi terpaku, menyaksikan dengan tatapan kosong. Dia merasa lega, tapi juga kosong. Dia telah melakukan sesuatu yang buruk, tapi dia tak merasakan penyesalan. Saat polisi datang, Ardi tak melawan. Dia hanya diam, matanya kosong menatap api yang masih menyala. Di balik matanya, terpancar api yang lebih besar, api amarah dan keputusasaan yang tak terpadamkan. Kisah Ardi adalah cerminan dari banyak remaja yang terjebak dalam lingkaran setan. Mereka terluka, kesepian, dan merasa tak berdaya. Mereka mencari pelarian, dan terkadang, pelarian itu membawa mereka ke jurang kehancuran. Kita perlu menyadari bahwa di balik setiap tindakan kriminal, tersimpan cerita dan luka yang tak terungkap. Kita perlu memberikan perhatian dan dukungan kepada remaja, agar mereka tak terjebak dalam lingkaran setan yang menghancurkan.