Putusan Pengadilan Negeri Surabaya: Mohher Bin Fifi vs. Jaksa Penuntut Umum
Pada tanggal 2 Maret 2011, Pengadilan Negeri Surabaya mengeluarkan putusan dalam kasus Mohher Bin Fifi vs. Jaksa Penuntut Umum. Putusan ini menarik perhatian karena melibatkan penghapusan pidana karena daya paksa. Putusan ini didasarkan pada Pasal 48 KUHP, yang menyatakan bahwa seseorang yang melakukan tindakan karena pengaruh daya paksa tidak dapat dipenalisasi.
Dalam kasus ini, Terdakwa Mohher Bin Fifi dituduh melakukan tindakan penyalahgunaan narkotika. Namun, hakim memutuskan untuk menghapus pidana karena daya paksa yang dialami oleh Terdakwa. Hakim berpendapat bahwa Terdakwa tidak bisa melawan kekuatan besar dan tidak bisa menghindari pengaruh daya paksa. Oleh karena itu, hakim memutuskan untuk membebaskan Terdakwa dari segala tuduhan Jaksa Penuntut Umum.
Putusan ini menimbulkan beberapa pertanyaan tentang tujuan hukum dan keadilan. Beberapa orang berpendapat bahwa putusan ini tidak bermanfaat karena tidak akan mencegah Terdakwa dari mengulangi tindakan mereka di masa depan. Orang lain berpendapat bahwa putusan ini tidak adil karena bukan putusan bebas murni, tetapi putusan bebas tidak murni. Mereka berpendapat bahwa surat tuduhan yang disusun dan diajukan oleh Jaksa Penuntut Umum tidak cermat, dan bahwa Terdakwa tidak dapat membuktikan bahwa mereka mengalami daya paksa yang cukup besar untuk membebaskan mereka dari segala tuduhan.
Pada akhirnya, kasus Mohher Bin Fifi vs. Jaksa Penuntut Umum menyoroti kompleksitas dan nuansa hukum. Putusan ini menimbulkan pertanyaan tentang tujuan hukum dan keadilan, dan menyoroti pentingnya mempertimbangkan semua faktor dalam setiap kasus hukum.