Menghadapi Ketakutan: Kisah Sera di Yogyakart
Yogyakarta, kota yang dikenal dengan kehangatannya dan ramahnya, kini terasa sangat dingin. Angin kencang dari balkon kamar Sera di apartemen lantai enam tiba-tiba menerobos, membuat pintu kaca berderak dengan suara yang menakutkan. Biasanya, langit Yogyakarta bersinar terang dengan taburan bintang, tetapi malam ini, tampaknya langit akan menangis bersama Sera. Dari pijakan kakinya di besi balkon, Sera bisa melihat pemandangan yang ada di depannya dengan jelas. Lampu-lampu dari rumah penduduk, jalanan, kolam renang yang tenang di bawah, bahkan lampu pijar dari gerobak nasi goreng langganannya di Pengkolan Gang, semuanya terlihat dengan jelas. Namun, lama kelamaan, pemandangan itu menjadi kabur karena air mata Sera yang terus-menerus mengalir dari pelupuk mata. Saat Sera duduk di balkon, dia tidak bisa menahan diri untuk bertanya, "Apakah melompat sekarang akan membantu saya melupakan rasa sakit?" Telapak kakinya kembali menaikkan besi balkon lainnya, membuat tubuh Sera terasa seperti melayang di udara. Besi balkon itu sekarang hanya menahan tulang keringnya jika dia maju tubuhnya, dia bisa membayangkan bahwa tubuh yang kurus itu akan meluncur ke bawah. Sambil mencoba meyakinkan diri sendiri, dia menghirup udara sebanyak yang bisa dia peroleh. Tiba-tiba, pintu unit Sera didobrak oleh seseorang, membuat alarm otomatisnya berbunyi keras. Refleks Sera membuatnya menarik tubuhnya dari besi pembatas, dan dia merasa aman. Meskipun menghadapi ketakutan, Sera belajar bahwa dia tidak sendirian. Dia menemukan kekuatan dalam dirinya sendiri untuk menghadapi ketakutannya dan keluar lebih kuat dari situasi itu. Yogyakarta, yang awalnya terasa dingin dan menakutkan, kini menjadi tempat di mana Sera menemukan keberanian dan ketahanannya.