Demokrasi Terpimpin di Indonesia: Masa Orde Lama (1959-1966)
Periode demokrasi terpimpin di Indonesia, yang berlangsung dari tahun 1959 hingga 1966, merupakan periode penting dalam sejarah negara ini. Selama periode ini, sistem demokrasi terpimpin diperkenalkan, di mana keputusan dan pemikiran pemerintah berpusat pada pemimpin negara, Presiden Soekarno. Sistem ini diciptakan karena adanya ketidakstabilan politik dan gerakan separatis yang mengancam stabilitas negara. Selama masa Orde Lama, Presiden Soekarno mengeluarkan Dekrit Presiden pada tanggal 5 Juli 1959, yang mengembalikan konstitusi negara ke UUD NRI Tahun 1945. Namun, pelaksanaan UUD NRI Tahun 1945 masih menghadapi beberapa tantangan dan penyimpangan terhadap Pancasila dan UUD NRI Tahun 1945. Salah satu penyimpangan terhadap Pancasila dan UUD NRI Tahun 1945 adalah ketika Presiden Soekarno ditetapkan sebagai presiden seumur hidup berdasarkan Tap. MPRS No. XX/1963. Penetapan ini memberikan kekuasaan presiden yang semakin besar dan tidak terbatas. Penetapan ini juga menimbulkan kekhawatiran tentang keberlanjutan demokrasi di Indonesia. Penyimpangan lainnya adalah ketika Presiden Soekarno mengeluarkan penetapan Presiden No. 3/1960 pada tanggal 5 Maret 1960, yang mengakhiri DPR hasil Pemilu 1955. Penetapan ini mengancam keberlanjutan demokrasi dan mengurangi perwakilan rakyat di pemerintah. Selain itu, Presiden Soekarno juga membentuk MPRS yang anggota-anggotanya terdiri dari anggota DPR-GR, utusan daerah, dan utusan golongan. Semua anggota ini diangkat dan diberhentikan oleh presiden, yang mengurangi perwakilan rakyat dan meningkatkan kekuasaan presiden. Secara keseluruhan, periode demokrasi terpimpin di Indonesia menunjukkan tantangan dan penyimpangan terhadap Pancasila dan UUD NRI Tahun 1945. Meskipun sistem demokrasi terpimpin diciptakan untuk mengatasi ketidakstabilan politik, ia juga menimbulkan kekhawatiran tentang keberlanjutan demokrasi dan kekuasaan presiden.