Pengalaman Religius: Pandangan Rudolf Otto dan Ajaran Gereja Katolik
Pengalaman religius adalah pengalaman yang melibatkan hubungan manusia dengan yang transenden atau yang di luar dirinya sendiri. Hal ini melibatkan perasaan kagum, takjub, dan rasa hormat terhadap kekuatan yang lebih besar. Dalam artikel ini, kita akan menjelajahi pandangan Rudolf Otto tentang pengalaman religius dan juga ajaran Gereja Katolik mengenai pokok iman sebagaimana dituangkan dalam Dokumen Konsili Vatikan II (Dei Verbum 5). Rudolf Otto, seorang teolog dan filsuf Jerman, mengembangkan konsep "numinositas" untuk menjelaskan pengalaman religius. Menurut Otto, pengalaman religius melibatkan perasaan takjub dan kagum terhadap kekuatan yang transenden. Ia menggambarkan pengalaman ini sebagai sesuatu yang "misterius dan menakutkan", yang melampaui pemahaman rasional manusia. Otto juga menekankan bahwa pengalaman religius melibatkan perasaan ketergantungan dan rendah diri di hadapan yang transenden. Sementara itu, ajaran Gereja Katolik mengenai pokok iman dapat ditemukan dalam Dokumen Konsili Vatikan II, khususnya dalam Dei Verbum 5. Dokumen ini menekankan pentingnya wahyu sebagai sumber pengetahuan tentang Allah dan kehendak-Nya. Gereja Katolik mengajarkan bahwa wahyu Allah terungkap melalui Kitab Suci dan Tradisi Gereja. Melalui wahyu ini, manusia dapat mengenal Allah dan memahami kehendak-Nya. Agama, pada dasarnya, adalah sistem kepercayaan dan praktik yang berkaitan dengan kehidupan spiritual dan hubungan manusia dengan yang transenden. Agama melibatkan keyakinan tentang adanya kekuatan yang lebih besar dan praktik-praktik yang dirancang untuk menghormati dan berkomunikasi dengan kekuatan tersebut. Unsur-unsur agama meliputi keyakinan, ritual, moralitas, dan komunitas. Dialog antar agama adalah bentuk komunikasi dan pertukaran pemikiran antara penganut agama yang berbeda. Menurut para Uskup Se-Asia Tenggara (FABC), bentuk dialog antar agama dapat berupa dialog kehidupan sehari-hari, dialog tindakan bersama, dan dialog teologis. Dialog ini bertujuan untuk mempromosikan pemahaman dan kerjasama antara penganut agama yang berbeda. Yesus, sebagai pedoman Gereja dalam berdialog dengan agama lain, menunjukkan sikap inklusif dan penuh kasih. Ia mengajarkan untuk mengasihi sesama manusia tanpa memandang agama atau latar belakang mereka. Yesus juga menekankan pentingnya menghormati dan menghargai perbedaan, sambil tetap setia pada kebenaran iman Kristen. Dalam kesimpulan, pengalaman religius dapat dipahami melalui pandangan Rudolf Otto tentang numinositas dan ajaran Gereja Katolik mengenai pokok iman. Agama melibatkan keyakinan, praktik, dan komunitas, sementara dialog antar agama bertujuan untuk mempromosikan pemahaman dan kerjasama. Sikap Yesus sebagai pedoman Gereja dalam berdialog dengan agama lain adalah inklusif dan penuh kasih.