Masa Depan Sistem Sürya-Candra Pramana: Menjelajahi Dampaknya pada Kalender Hindu di Indonesi
Sistem Sürya-Candra Pramana, yang merupakan gabungan dari sistem kalender Sürya Pramana dan Candra Pramana, telah menjadi bagian integral dari kalender Hindu di Indonesia selama berabad-abad. Sistem ini didasarkan pada peredaran bulan mengelilingi Bumi dan bulan bersama Bumi mengelilingi matahari. Sistem Sürya-Candra Pramana juga dikenal sebagai sistem lunisolar, yang menghasilkan 365 atau 366 hari dalam setahun untuk sistem Sürya Pramana dan 354 atau 355 hari dalam setahun untuk sistem Candra Pramana. Perbedaan ini mengakibatkan selisih sekitar 10-12 hari setiap tahun, yang dapat menumpuk menjadi sekitar 30 hari setelah tiga tahun. Untuk menyeimbangkan selisih ini, kalender Hindu di Indonesia mengadakan penambahan bulan, yang dikenal sebagai panampih bulan, setiap tiga tahun. Panampih bulan ini menambahkan 30 hari pada bulan yang sama, sehingga umurnya menjadi 60 hari. Dengan panampih bulan ini, hari suci Hindu seperti Siwaratri dan Nyepi tetap berlangsung pada bulan Januari dan Maret setiap tahunnya. Panampih bulan ini juga menghasilkan sasih mala, yang merupakan bulan ke-13 dalam sistem Sürya-Candra Pramana. Sasih mala ini dianggap tidak baik dan dianggap sebagai tanda buruk. Dengan penambahan panampih bulan, setiap tiga tahun antara Candra Pramana dan Sürya Pramana akan mengalami perpaduan yang disebut nêmu gêlang. Sistem Sürya-Candra Pramana telah memainkan peran penting dalam kalender Hindu di Indonesia, dan penambahan panampih bulan telah membantu menjaga konsistensi dan koherensi dalam sistem tersebut. Dengan memahami masa depan sistem ini, kita dapat lebih memahami nilai dan signifikansinya bagi komunitas Hindu di Indonesia.