Kuas Antik dan Bisikan Hening **
** Susetyo, sang maestro lukis, namanya terukir dalam sejarah seni rupa. Setiap goresan kuasnya mampu membius mata, menjerumuskannya ke dalam dunia imajinasi yang penuh warna. Karya-karyanya diburu para kolektor, harganya melambung tinggi, menjadi bukti nyata bakat luar biasa yang dimilikinya. Namun, takdir berkata lain. Penyakit merenggut tubuhnya, menjerumuskannya ke dalam kegelapan. Satu persatu indera Susetyo melemah, hingga akhirnya ia terbaring tak berdaya di rumah sakit. Keheningan menyelimuti, dunia yang dulu dipenuhi warna kini hanya tersisa bisikan hening. Susetyo, anak yatim piatu yang sejak kecil hidup di panti asuhan, kini hanya ditemani oleh kuas antik warisan neneknya. Kuas itu, saksi bisu perjalanan hidupnya, menjadi satu-satunya teman dalam kesunyian. Di tengah keheningan, Susetyo mungkin teringat akan goresan-goresan kuasnya yang dulu penuh semangat. Ia mungkin teringat akan warna-warna yang pernah menghiasi kanvasnya, warna-warna yang kini hanya tinggal kenangan. Susetyo meninggal dalam keheningan, meninggalkan jejak tinta yang tak terlupakan. Kuas antiknya, yang dulu menari-nari di atas kanvas, kini terdiam, seakan berbisik tentang kisah sang maestro yang telah pergi. Kisah Susetyo mengingatkan kita bahwa hidup ini penuh dengan pasang surut. Kehilangan dan kesedihan adalah bagian dari perjalanan, namun semangat dan karya yang tertinggal akan terus hidup dalam ingatan.