Kota Ramai, Hati Gelisah: Adiksimba Menyerbu Ibukota **
Kota Jakarta, jantung Indonesia, berdenyut dengan hiruk pikuk kehidupan. Gedung-gedung menjulang tinggi, kendaraan berdesakan di jalanan, dan manusia berlalu lalang dengan tujuan masing-masing. Di tengah keramaian ini, sebuah ancaman diam-diam merayap: Adiksimba, monster digital yang mencengkeram jiwa manusia. Adiksimba, singkatan dari "Adiksi Smartphone", telah menjadi wabah di kota ini. Layar-layar kecil yang menyala terang menjadi candu bagi banyak orang. Dari anak-anak hingga dewasa, semua terjebak dalam pusaran konten digital yang tak berujung. Di tengah hiruk pikuk kota, orang-orang sibuk dengan dunia maya mereka. Mereka terpaku pada layar, mengabaikan lingkungan sekitar, bahkan melupakan orang-orang terkasih. Keramaian kota menjadi latar belakang yang membisu, sementara dunia digital menjadi pusat perhatian. Adiksimba bukan hanya masalah pribadi, tetapi juga ancaman sosial. Hubungan antar manusia menjadi renggang, komunikasi menjadi dangkal, dan empati terkikis. Keramaian kota yang seharusnya menjadi tempat interaksi dan kebersamaan, justru menjadi ruang kosong yang dipenuhi oleh kesunyian digital. Struktur teks berita yang ideal untuk mengangkat isu ini adalah struktur piramida terbalik. Dimulai dengan pernyataan utama tentang Adiksimba sebagai ancaman di kota Jakarta, kemudian dilanjutkan dengan penjelasan tentang dampaknya, dan diakhiri dengan solusi atau ajakan untuk mengatasi masalah ini. Kesimpulan:** Keramaian kota Jakarta menyimpan paradoks. Di tengah hiruk pikuk kehidupan, sebuah ancaman diam-diam merayap, mencengkeram jiwa manusia. Adiksimba, monster digital yang menghancurkan hubungan dan merenggut kebahagiaan. Kita perlu sadar akan bahaya ini dan mengambil langkah nyata untuk melawannya. Mari kita kembalikan keramaian kota sebagai ruang interaksi dan kebersamaan, bukan sebagai medan perang digital.