Menerima Ibu Tiri **
Matahari mulai meredup, menandakan waktu makan malam telah tiba. Ria, adik bungsu dari Shani, Gracia, Feni, dan Jinan, duduk di meja makan dengan hati yang masih bercampur aduk. Sejak kedatangan Veranda, ibu tiri mereka, Ria masih belum bisa menerima kehadirannya. "Ria, sayang, ambilkan ayamnya," pinta Argantara, ayah mereka, sambil tersenyum. Ria mengangguk, namun tangannya terasa berat. Ia masih belum bisa memanggil Veranda dengan sebutan "Ibu". "Ibu...," gumamnya pelan, namun kata-kata itu terhenti di tenggorokan. "Kenapa, sayang?" tanya Argantara, menyadari gelagat aneh Ria. "Tangan Ria nggak sampai, Pa," jawab Ria, matanya berkaca-kaca. Argantara menghela napas. Ia tahu Ria masih belum bisa menerima Veranda. "Panggil Ibu Veranda saja, sayang," kata Argantara lembut. Ria terdiam. Ia menatap Veranda yang duduk di seberang meja, matanya berkaca-kaca. "Ibu...," ucap Ria, suaranya bergetar. Keempat kakaknya, Shani, Gracia, Feni, dan Jinan, tercengang. Mereka tak menyangka Ria akhirnya memanggil Veranda "Ibu". "Iya, sayang?" jawab Veranda, matanya berkaca-kaca. Suasana makan malam terasa hening. Ria masih terdiam, namun ada secercah harapan di matanya. Mungkin, ia bisa mulai menerima Veranda sebagai ibu tirinya. Catatan:** * Kisah ini menggambarkan perjuangan Ria dalam menerima ibu tirinya. * Kisah ini menekankan pentingnya keluarga dan penerimaan. * Kisah ini berakhir dengan secercah harapan, menunjukkan bahwa Ria mungkin bisa mulai menerima Veranda.