Tiga Langkah Pusat Penguatan Karakter (Puspeka) untuk Mengatasi Kekerasan di Lingkungan Pendidikan
Kekerasan di lingkungan pendidikan merupakan masalah serius yang perlu mendapatkan perhatian serius. Pusat Penguatan Karakter (Puspeka) Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek) telah mencetuskan tiga langkah strategis untuk menekan angka kekerasan di lingkungan pendidikan. Langkah pertama yang diambil oleh Puspeka adalah memperkuat pembentukan Tim Pencegahan dan Penanganan Kekerasan (TPPK) di berbagai wilayah dan satuan pendidikan. Menurut Kepala Puspeka, Ruspria Poin Utami, saat ini TPPK di Jawa Timur masih lemah. Dari total 67 satuan pendidikan di Jatim, hanya 1,51 persen lembaga yang telah membentuk TPPK. Untuk meningkatkan persentase ini, Puspeka akan melakukan sosialisasi mengenai peran dan tugas tim TPPK dalam satuan pendidikan. TPPK di satuan pendidikan juga harus merekomendasikan program dan kegiatan untuk pencegahan kekerasan kepada Kepala Sekolah. Langkah kedua yang diambil adalah melakukan intervensi melalui kampanye publik terkait kekerasan. Puspeka juga telah menggagas program "Roots Anti Perundungan" yang telah berjalan sejak 2021 dengan kolaborasi Unicer. Program ini telah diintervensi oleh 10.708 lembaga dan menghasilkan lebih dari 51.370 agen perubahan, di mana siswa menjadi champion untuk menebarkan nilai positif dan kebaikan kepada teman sebaya. Tahun ini, Puspeka menargetkan 2.750 satuan pendidikan dari jenjang SMP, SMA, dan SMK untuk menjalani bimbingan teknis secara luring dan daring. Langkah ini bertujuan untuk memberikan pemahaman yang lebih baik kepada guru dan siswa mengenai pencegahan kekerasan di lingkungan pendidikan. Berdasarkan catatan Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI), pada 2022 terdapat 2.133 kasus dalam kategori kejahatan seksual pada anak, anak korban kekerasan fisik dan psikis, serta kasus pornografi dan cyber crime. Data lain dari Asesmen Nasional Kemendikbudristek tahun 2023 menunjukkan bahwa 34,5% siswa berpotensi mengalami kekerasan. Dalam konteks pelanggaran Pancasila, kekerasan di lingkungan pendidikan termasuk dalam pelanggaran terhadap sila kelima Pancasila, yaitu Keadilan Sosial bagi Seluruh Rakyat Indonesia. Kekerasan tersebut juga dapat dikaitkan dengan pelanggaran terhadap sila kedua Pancasila, yaitu Kemanusiaan yang Adil dan Beradab. Dalam perubahan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945, terdapat tiga kesepakatan dasar yang menjadi landasan negara. Kesepakatan tersebut adalah persatuan Indonesia, kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan, dan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Dengan mengambil langkah-langkah strategis yang telah disusun oleh Puspeka, diharapkan angka kekerasan di lingkungan pendidikan dapat ditekan dan lingkungan pendidikan yang aman dan nyaman dapat tercipta.