Krisis Politik dan Ekonomi pada Masa Transisi 1966-1967
Masa Transisi 1966-1967 ditandai dengan krisis politik dan ekonomi yang signifikan di Indonesia. Salah satu indikator yang menandai krisis ekonomi pada masa itu adalah kenaikan harga barang-barang kebutuhan pokok. Selain itu, ada beberapa faktor lain yang memperburuk kondisi ekonomi pada masa tersebut. Pertama, rakyat menuduh PKI sebagai dalang pembunuhan para petinggi Angkatan Darat. Tuduhan ini menyebabkan ketidakstabilan politik yang berdampak negatif pada perekonomian. Ketidakpastian politik membuat investor enggan menanamkan modalnya di Indonesia, sehingga pertumbuhan ekonomi terhambat. Kedua, gerakan mahasiswa membentuk kesatuan Aksi Ekonomi Sosial Tertib Mahasiswa Indonesia (AESTMI) sebagai respons terhadap kondisi politik dan ekonomi yang memburuk. Gerakan ini bertujuan untuk mengkritik kebijakan pemerintah yang dianggap tidak adil dan tidak merata dalam pembangunan. Selanjutnya, Aliansi Buruh Harga Indonesia (ABHI) melakukan kampanye anti-PKI melalui surat kabar Brata Yudha. Kampanye ini bertujuan untuk mengungkapkan ketidakpuasan terhadap kebijakan pemerintah yang dianggap merugikan buruh dan masyarakat pada umumnya. Selain itu, aksi demonstrasi mahasiswa juga menjadi salah satu bentuk protes terhadap kondisi politik dan ekonomi pada masa transisi ini. Mahasiswa menuntut pembubaran kabinet Dwikora yang dianggap tidak mampu mengatasi krisis yang terjadi. Seluruh faktor ini berkontribusi pada terjadinya Tritura, yaitu sikap gerakan mahasiswa terhadap kondisi politik dan ekonomi pada tahun 1966. Tritura merupakan singkatan dari tiga tuntutan mahasiswa, yaitu pembangunan yang tidak merata, kebijakan luar negeri yang condong ke blok timur, dan kondisi perekonomian yang memburuk pasca peristiwa 30 September/PKI. Dalam konteks ini, Tritura muncul sebagai bentuk protes mahasiswa terhadap kebijakan pemerintah yang dianggap tidak memperhatikan kepentingan rakyat. Mahasiswa ingin terlibat dalam kegiatan pemerintahan dan berpartisipasi dalam pembangunan negara. Kondisi politik yang tidak stabil dan pemerintahan yang terus berganti-ganti juga menjadi faktor yang memperburuk situasi pada masa transisi ini. Ketidakstabilan politik berdampak negatif pada perekonomian, sehingga masyarakat merasakan dampaknya melalui kenaikan harga barang-barang kebutuhan pokok. Dalam kesimpulan, krisis politik dan ekonomi pada masa transisi 1966-1967 memiliki dampak yang signifikan terhadap kehidupan masyarakat Indonesia. Kenaikan harga barang-barang kebutuhan pokok, tuduhan terhadap PKI, gerakan mahasiswa, dan aksi demonstrasi adalah beberapa faktor yang memperburuk kondisi politik dan ekonomi pada masa tersebut. Tritura juga merupakan bentuk protes mahasiswa terhadap kebijakan pemerintah yang dianggap tidak adil dan tidak merata.