Malam yang Gelap, Air Mata yang Tak Terhenti **
Senja mulai merangkak, menyapa langit dengan warna jingga yang lembut. Di dalam rumah, suasana terasa hening, hanya diiringi oleh suara detak jam dinding yang berdetak pelan. Lia dan Sila, dua gadis remaja yang biasanya ceria, duduk terdiam di sudut ruangan. Wajah mereka pucat, matanya berkaca-kaca. "Kenapa kalian sedih, Lia? Sila?" tanya Shani, kakak perempuan mereka, dengan lembut. Lia dan Sila hanya menggeleng pelan, air mata mereka mengalir deras. Mereka tak bisa menjelaskan apa yang mereka rasakan. Sejak dokter mendiagnosis mereka dengan kondisi yang membuat mereka bisa berubah menjadi anak kecil kapan saja, mereka merasa terkekang. "Kita mau keluar rumah, tapi harus bawa Lia dan Sila," kata Gracia, kakak kedua mereka, dengan nada sedikit kesal. "Kenapa harus bawa kita?" tanya Lia, suaranya bergetar. "Karena kalian bisa jadi anak kecil kapan saja, Lia. Kita harus jaga kalian," jawab Feni, kakak ketiga mereka, dengan nada lembut. Malam semakin larut, Lia dan Sila masih menangis. Mereka merasa terbebani dengan kondisi mereka. Mereka ingin bebas bermain dan beraktivitas seperti remaja lainnya, tanpa harus dikekang. "Kenapa kita harus begini?" tanya Sila, suaranya terisak. "Kita harus kuat, Sila. Kita harus bisa melewati ini bersama-sama," jawab Jinan, kakak keempat mereka, sambil memeluk Sila erat. Cindy dan Celine, kakak kelima dan keenam mereka, juga ikut menenangkan Lia dan Sila. Mereka tahu betapa berat beban yang harus dipikul oleh adik-adik mereka. Keluarga Lia dan Sila berkumpul di kamar mereka, saling menguatkan satu sama lain. Mereka tahu bahwa perjalanan mereka akan penuh tantangan, tapi mereka akan saling mendukung dan melewati semuanya bersama-sama. Wawasan:** Kisah Lia dan Sila mengingatkan kita bahwa hidup penuh dengan tantangan. Namun, dengan dukungan keluarga dan orang-orang terkasih, kita bisa melewati semua rintangan. Keberanian dan kekuatan batin adalah kunci untuk menghadapi masa-masa sulit.