Bayangan di Balik Marah Ibu **
Matahari sore menerobos jendela kamar, menerangi wajah Sarah yang masih basah oleh air mata. Ia terduduk di tepi ranjang, memeluk lututnya erat-erat. Suara ibunya masih bergema di telinganya, tajam dan menusuk, "Bagaimana kamu bisa melakukan hal itu? Di sekolah? Kamu sudah besar, Sarah! Kamu harus bertanggung jawab atas perbuatanmu!" Sarah teringat kejadian beberapa jam sebelumnya. Ia dan pacarnya, David, bertengkar hebat. David, yang biasanya penuh perhatian, tiba-tiba bersikap dingin dan cuek. Rasa sakit dan kekecewaan menggerogoti hati Sarah. Ia merasa terluka dan tak berdaya. Dalam keadaan emosi yang memuncak, Sarah dan David melakukan hal yang mereka sesali. Saat ibunya mengetahui kejadian itu, amarah meledak. Sarah merasa dunia runtuh. Ia tak hanya menghadapi kekecewaan ibunya, tapi juga rasa malu dan penyesalan yang mendalam. Ia menyadari bahwa tindakannya telah menyakiti ibunya dan mencoreng nama baik keluarga. Sarah terdiam, merenung. Ia tahu ibunya marah bukan tanpa alasan. Ibu selalu mengajarkannya tentang pentingnya menjaga diri dan menghormati nilai-nilai keluarga. Namun, dalam keadaan emosi yang memuncak, Sarah telah melupakan semua itu. Di tengah kesedihannya, Sarah merasakan sebuah tekad. Ia ingin memperbaiki kesalahannya. Ia ingin menunjukkan kepada ibunya bahwa ia telah belajar dari pengalaman pahit ini. Ia ingin menjadi anak yang lebih baik, anak yang bisa dibanggakan oleh ibunya. Sarah bangkit dari duduknya. Ia menyeka air matanya dan melangkah keluar kamar. Ia akan menemui ibunya, meminta maaf, dan berjanji untuk menjadi lebih dewasa dan bertanggung jawab. Ia tahu jalan menuju perbaikan tidak mudah, tapi ia bertekad untuk menjalaninya. Catatan:** Cerita ini menggambarkan emosi dan konsekuensi dari tindakan yang tidak bijaksana. Tujuannya adalah untuk menunjukkan bahwa kesalahan adalah bagian dari proses belajar dan bahwa setiap orang memiliki kesempatan untuk memperbaiki diri.