Menghadapi Ancaman Kolonialis Belanda di Surabaya: Sebuah Tinjauan Argumentatif
Surabaya, sebuah kota yang penuh dengan sejarah dan perjuangan, kini dihadapkan pada ancaman kolonialis Belanda. Dalam novel "Neraka di Timur Jawa" karya Dwi Arif N. dan Gelar Awal N., kita diperkenalkan dengan tokoh-tokoh yang berusaha melawan dominasi Belanda dan menjaga kemerdekaan Surabaya. Dalam ringkasan novel ini, kita akan melihat bagaimana mereka menghadapi ancaman tersebut. Idris, salah satu tokoh utama dalam novel, menyadari bahwa kedatangan Belanda bukanlah untuk memulangkan tentara Jepang, tetapi untuk menjajah kembali Surabaya. Ia merasa bahwa jika tidak ada tindakan yang diambil, Surabaya akan jatuh ke tangan Belanda dalam waktu singkat. Meskipun Idris tidak memiliki senjata, ia yakin bahwa orang-orang berpendidikan seperti Abi dapat memberikan kontribusi yang berarti dalam melawan Belanda. Namun, Abi memiliki pandangan yang berbeda. Ia tidak ingin menggunakan kekerasan dan senjata untuk melawan Belanda. Meskipun demikian, Idris meyakinkan Abi bahwa ada banyak cara lain untuk membantu perjuangan tanpa harus mengangkat senjata. Idris percaya bahwa orang-orang berpendidikan seperti Abi dapat memberikan pemikiran dan strategi yang cerdas dalam melawan kolonialis Belanda. Dalam novel ini, kita dapat melihat bagaimana tokoh-tokoh ini berjuang melawan dominasi Belanda dengan cara mereka masing-masing. Mereka tidak hanya berdiam diri, tetapi berusaha melakukan sesuatu untuk melawan penjajahan. Meskipun memiliki pendekatan yang berbeda, mereka tetap bersatu dalam tujuan mereka untuk menjaga kemerdekaan Surabaya. Ringkasan novel "Neraka di Timur Jawa" ini memberikan gambaran tentang perjuangan yang dilakukan oleh tokoh-tokoh dalam menghadapi ancaman kolonialis Belanda di Surabaya. Meskipun berbeda pendekatan, mereka tetap bersatu dalam tujuan mereka untuk melawan penjajahan dan menjaga kemerdekaan kota ini. Novel ini mengajarkan kita tentang pentingnya persatuan dan perjuangan dalam menghadapi ancaman yang mengancam kemerdekaan kita.