Meningkatkan Pengawasan Aktivitas Perikanan dengan Menggunakan Sistem Identifikasi Otomatis
Pengawasan aktivitas manusia di laut tetap menjadi tantangan serius. Selama beberapa dekade terakhir, industri seperti perikanan, pengiriman, dan eksplorasi sumber daya mineral telah berkembang di luar yurisdiksi nasional ke laut lepas, sementara alat untuk memantau dan mengatur aktivitas ini tertinggal. Kurangnya pengawasan yang efektif dikombinasikan dengan kerangka hukum yang terfragmentasi di mana persyaratan pengawasan berbeda di antara negara-negara dan perairan internasional telah memungkinkan perikanan ilegal, tidak dilaporkan, dan tidak diatur (IUU) beroperasi dalam skala besar dan sistemik. Kerugian ekonomi global akibat perikanan IUU diperkirakan antara US $ 10 miliar dan US $ 25 miliar setiap tahun, dengan satu dari setiap lima ikan tangkapan liar yang ditangkap secara ilegal atau tidak dilaporkan. Penyalahgunaan tenaga kerja telah dikaitkan dengan perikanan IUU, melanggar hak asasi manusia melalui kerja paksa dan perdagangan manusia. Kemampuan untuk memantau armada perikanan dan perilaku nelayan secara publik telah direvolusi dengan memanfaatkan sistem identifikasi otomatis (AIS) di atas kapal, yang dibuat sebagai alat untuk menghindari tabrakan. Data AIS telah digunakan untuk menghasilkan pandangan yang belum pernah terjadi sebelumnya tentang aktivitas perikanan global dan aktor korporat yang terlibat di dalamnya, menilai dampak tindakan konservasi seperti area perlindungan laut (MPA), dan mengungkap perikanan ilegal serta wawasan tentang potensi kegiatan kerja paksa. Namun, utilitas AIS sebagai alat pemantauan terhambat oleh kapal yang dengan sengaja menonaktifkan perangkat AIS mereka, secara efektif menyembunyikan aktivitas mereka dari pengawasan publik. Hingga saat ini, belum dapat mengukur skala, jejak spasial, atau pendorong dari penonaktifan AIS yang disengaja. Dalam konteks ini, kata "leveraging" dalam paragraf kedua memiliki arti yang paling dekat dengan menggunakan (B).