Perkembangan Antropologi di Fase Keempat (Setelah 1930)
Pada fase keempat (setelah 1930), antropologi mengalami perkembangan yang signifikan. Selama periode ini, antropologi mulai menerapkan metode ilmiah dalam penelitian dan pengumpulan data. Objek penelitian tidak terbatas pada masyarakat yang dianggap masih primitif, tetapi juga mencakup masyarakat pedesaan di Eropa dan di luar Eropa. Perkembangan kajian antropologi pada masa itu dipengaruhi oleh beberapa faktor, termasuk perkembangan ilmu pengetahuan, metode ilmiah yang semakin tajam, hilangnya istilah primitif (bangsa asli dan terpencil), dan munculnya kajian pascakolonial yang dipengaruhi oleh gerakan antikolonialisme. Pada fase ini, antropologi mulai mengambil pendekatan yang lebih ilmiah dalam penelitian dan pengumpulan data. Metode ilmiah yang semakin tajam memungkinkan antropolog untuk mengumpulkan dan menganalisis data dengan lebih akurat dan objektif. Selain itu, hilangnya istilah primitif (bangsa asli dan terpencil) memungkinkan antropolog untuk mempelajari masyarakat yang lebih beragam dan kompleks, termasuk masyarakat pedesaan di Eropa dan di luar Eropa. Perkembangan kajian antropologi pada masa itu juga dipengaruhi oleh gerakan antikolonialisme. Munculnya kajian pascakolonial memungkinkan antropolog untuk mempelajari dampak kolonialisme pada masyarakat dan budaya. Ini memungkinkan antropolog untuk memahami lebih baik pengaruh kolonialisme pada masyarakat dan budaya, dan untuk mengidentifikasi cara untuk mengatasi dampak negatifnya. Secara keseluruhan, perkembangan antropologi di fase keempat (setelah 1930) menandakan pergeseran signifikan dalam cara antropolog mempelajari dan memahami masyarakat dan budaya. Metode ilmiah yang semakin tajam, hilangnya istilah primitif, dan munculnya kajian pascakolonial memungkinkan antropolog untuk mempelajari masyarakat dan budaya yang lebih beragam dan kompleks.