Hizkia: Raja yang Berani Menghadapi Asyur
Hizkia adalah seorang raja Yehuda yang memerintah dari tahun 715 hingga 686 SM. Ia dikenal karena keberaniannya dalam menghadapi ancaman Asyur, kekuatan dominan di Timur Dekat kuno. Masa pemerintahan Hizkia ditandai dengan pergolakan politik dan agama, di mana kerajaan Yehuda menghadapi tekanan yang luar biasa dari kekaisaran Asyur yang sedang berkembang.
Ketaatan Religius dan Reformasi Hizkia
Hizkia dikenal karena komitmennya yang teguh terhadap Yahweh, menolak penyembahan berhala yang telah meresap ke dalam masyarakat Yehuda. Ia memulai reformasi keagamaan yang luas, menghancurkan tempat-tempat tinggi, menghancurkan tiang-tiang berhala, dan bahkan menghancurkan ular tembaga, Nehustan, yang telah menjadi objek pemujaan. Hizkia berusaha untuk memusatkan penyembahan kepada Yahweh di Bait Suci di Yerusalem, menekankan pentingnya ketaatan terhadap hukum-hukum Allah. Reformasi keagamaan Hizkia mencerminkan keinginan untuk kembali ke perjanjian antara Yahweh dan bangsa Israel, mengakui bahwa kesetiaan kepada Allah sangat penting untuk kelangsungan hidup dan kemakmuran mereka.
Tantangan dari Kekaisaran Asyur
Pemerintahan Hizkia bertepatan dengan periode ekspansi Asyur yang agresif. Di bawah raja-raja seperti Sargon II, Sanherib, dan Esarhadon, kekaisaran Asyur menaklukkan banyak kerajaan dan kota-negara di Timur Dekat kuno. Hizkia mendapati dirinya menghadapi dilema yang dihadapi oleh banyak penguasa yang lebih kecil: tunduk pada Asyur dan membayar upeti, atau melawan dan menghadapi murka militer mereka. Hizkia memilih jalan perlawanan, sebuah keputusan yang akan memiliki konsekuensi yang mendalam bagi Yehuda.
Perlawanan dan Pemberontakan Hizkia
Hizkia mengambil langkah-langkah untuk memperkuat Yerusalem, ibu kota Yehuda, dalam persiapan untuk kemungkinan serangan Asyur. Ia membangun terowongan untuk menyediakan sumber air yang dapat diandalkan di dalam kota, memastikan bahwa penduduk Yerusalem dapat bertahan dari pengepungan yang berkepanjangan. Hizkia juga memperkuat pertahanan kota dan membentuk aliansi dengan kerajaan-kerajaan lain yang menentang hegemoni Asyur. Pada tahun 701 SM, Sanherib, raja Asyur, melancarkan kampanye militer besar-besaran untuk memadamkan pemberontakan di Levant, termasuk Yehuda yang dipimpin oleh Hizkia.
Pengepungan Yerusalem dan Intervensi Ilahi
Sanherib memimpin pasukannya ke Yehuda, menaklukkan kota-kota berbenteng dan mengancam Yerusalem. Meskipun menghadapi kekuatan Asyur yang tangguh, Hizkia menolak untuk menyerah. Ia menempatkan kepercayaannya pada Yahweh, mencari bimbingan dan pembebasan dari Allah Israel. Menurut catatan Alkitab, seorang malaikat Yahweh menyerang tentara Asyur, menewaskan sejumlah besar tentara dan memaksa Sanherib untuk mundur ke Niniwe, ibu kotanya. Peristiwa ajaib ini, yang dikenal sebagai Pembebasan Yerusalem secara ajaib, merupakan bukti iman Hizkia dan kekuatan perlindungan Yahweh.
Hizkia berdiri sebagai tokoh penting dalam sejarah Yehuda. Keberaniannya dalam menghadapi agresi Asyur, komitmennya terhadap reformasi keagamaan, dan kepercayaannya yang tak tergoyahkan pada Yahweh menjadikannya teladan kepemimpinan dan iman. Meskipun menghadapi tantangan yang luar biasa, Hizkia tetap teguh dalam pengabdiannya kepada Allah dan rakyatnya, meninggalkan warisan yang terus menginspirasi dan menantang orang percaya saat ini.