Mentari Senja di Pantai Melasti
Mentari sore mulai merunduk, menyapa langit Bali dengan gradasi warna jingga dan ungu yang memesona. Pantai Melasti, dengan pasir putihnya yang lembut dan air lautnya yang biru kehijauan, tampak semakin magis. Aku masih ingat jelas saat itu, liburan keluarga beberapa bulan lalu. Aroma laut yang asin bercampur dengan semilir angin sepoi-sepoi langsung menyambutku. Anak-anakku, riang gembira berlarian di tepi pantai, mengejar ombak kecil yang datang silih berganti. Ayahku, dengan senyum khasnya, sibuk membangun istana pasir yang kemudian dengan cepat dihancurkan oleh ombak. Ibuku, tenang dan damai, duduk di atas batu karang, menikmati pemandangan matahari terbenam. Aku sendiri, duduk di pinggir pantai, menikmati kedamaian yang hanya bisa ditemukan di tempat seperti ini. Suara debur ombak, kicau burung camar, dan tawa anak-anakku menciptakan simfoni alam yang menenangkan jiwa. Rasanya semua beban dan penat hilang seketika. Saat matahari benar-benar tenggelam di ufuk barat, langit berubah menjadi kanvas warna-warni yang spektakuler. Warna-warna itu begitu hidup, begitu nyata, seakan melukiskan sebuah keajaiban. Momen itu terasa begitu berharga, sebuah kenangan indah yang akan selalu terukir di hati. Pantai Melasti, lebih dari sekadar pantai; ia adalah tempat di mana keluarga kami menciptakan kenangan yang tak ternilai harganya, sebuah bukti betapa indahnya kebersamaan dan keindahan alam Indonesia. Rasanya, hati ini dipenuhi dengan rasa syukur dan kebahagiaan yang tak terkira.