Flexing: Mencari Pengakuan dan Eksistensi di Era Digital **
Di era digital, media sosial telah menjadi platform utama untuk menampilkan diri dan membangun identitas. Salah satu fenomena yang menonjol adalah "flexing", yaitu tindakan memamerkan harta benda, gaya hidup mewah, dan pencapaian pribadi untuk mendapatkan pengakuan dan eksistensi. Fenomena ini dapat dijelaskan melalui teori stratifikasi sosial Max Weber, khususnya konsep "status" dan "prestise". Max Weber berpendapat bahwa stratifikasi sosial tidak hanya ditentukan oleh kekayaan (kelas), tetapi juga oleh status dan kekuasaan. "Status" merujuk pada prestise atau reputasi sosial yang melekat pada seseorang, berdasarkan gaya hidup, pendidikan, profesi, dan kelompok sosial. "Prestise" dapat diartikan sebagai penghargaan atau penghormatan yang diterima seseorang berdasarkan statusnya. Fenomena "flexing" dapat diartikan sebagai upaya untuk meningkatkan status dan prestise seseorang di masyarakat. Dengan memamerkan harta dan gaya hidup mewah, individu berusaha untuk menunjukkan bahwa mereka memiliki status yang lebih tinggi dibandingkan dengan orang lain. Mereka ingin mendapatkan pengakuan dan meningkatkan reputasi sosial mereka di mata publik. "Flexing" juga dapat diartikan sebagai upaya untuk mendapatkan prestise. Dengan memamerkan gaya hidup mewah, individu berusaha untuk menunjukkan bahwa mereka memiliki nilai sosial yang lebih tinggi. Mereka ingin menunjukkan bahwa mereka telah mencapai tingkat keberhasilan tertentu dan layak mendapatkan penghormatan dari orang lain. Meskipun tidak secara langsung dibahas dalam artikel, "flexing" juga dapat diartikan sebagai upaya untuk mendapatkan kekuasaan. Dengan menunjukkan kekayaan dan status, individu dapat memperoleh pengaruh dan kontrol atas orang lain. Mereka dapat menggunakan kekayaan mereka untuk mendapatkan akses ke sumber daya dan peluang yang tidak tersedia bagi orang lain. Kesimpulannya, fenomena "flexing" merupakan refleksi dari budaya konsumerisme dan media sosial yang menitikberatkan pada penampilan dan status. Dalam konteks ini, "flexing" dapat diartikan sebagai bentuk "kompetisi status" di mana individu berusaha untuk mendapatkan pengakuan dan kekuasaan melalui demonstrasi kekayaan dan gaya hidup mereka. Wawasan:** Fenomena "flexing" menunjukkan bahwa pengakuan dan eksistensi di era digital seringkali diukur melalui materi dan penampilan. Hal ini menimbulkan pertanyaan tentang nilai-nilai yang diutamakan dalam masyarakat dan bagaimana kita dapat membangun identitas yang lebih bermakna di luar materi dan status.