Perkembangan Novel Sunda dari Masa ke Mas
Novel Sunda merupakan salah satu bentuk karya sastra yang memiliki asal-usul dari bahasa Latin. Istilah "novél" berasal dari kata "novus" yang berarti "baru". Dalam dunia sastra umum, novel sering disebut sebagai karya sastra yang baru, jika dibandingkan dengan bentuk sastra lainnya seperti puisi dan cerpen. Namun, dalam sastra Sunda, novel memiliki perjalanan yang berbeda dan lebih dari sekadar kumpulan cerita pendek. Novel Sunda adalah cerita fiksi yang ditulis dalam bentuk prosa yang panjang dan memiliki alur cerita yang bercabang dan kompleks. Dalam novel, terdapat berbagai karakter yang berperan, memiliki latar belakang, dan mengalami perkembangan karakter masing-masing. Penggunaan istilah "karya sampeuran" dalam novel Sunda mengacu pada novel yang termasuk dalam karya sastra modern. Kemunculan novel dalam sastra Sunda pada abad ke-20 terjadi setelah pengaruh sastra Barat, terutama dari negara-negara seperti Inggris, Belanda, dan Perancis. Salah satu novel Sunda pertama yang diterbitkan adalah "Ba-ruang ka nu Ngarora" karya Daéng Kanduruan Ardiwinata, yang diterbitkan oleh Balé Pustaka pada tahun 1914. Sebelumnya, novel pertama dalam bahasa Indonesia adalah "Azab dan Sengsara" karya Merari Siregar, yang diterbitkan pada tahun 1920. Daéng Kanduruan Ardiwinata adalah seorang penulis yang terkenal. Ia lahir di Bandung pada tahun 1886 dan meninggal di Tasikmalaya pada tahun 1947. Ibunya, Nyi Mas Rukmi, adalah orang Sunda, sedangkan ayahnya, Baso Daéng Palau atau yang sering disebut Daéng Sulaéna, adalah keturunan Bugis. Pada tahun 1912, ia menerima penghargaan dari Pemerintah Belanda atas jasanya dan mendapatkan gelar "Kanduruan". Sejak itu, ia dikenal sebagai Daéng Kanduruan Ardiwinata. Novel Sunda terus berkembang seiring dengan perkembangan zaman. Pada tahun 1926, novel "Agan Permas" karya Joehana diterbitkan, diikuti oleh novel "Rusiah nu Goréng patut" karya Sukria dan Ju-hana pada tahun 1928, serta novel "Mantri Jero" karya R. Méméd Sastrahadiprawira pada tahun 1932. Novel-novel lainnya seperti "Lain Éta" karya Moh. Ambri pada tahun 1940 dan "Laleur Bodas" karya Samsu pada tahun 1951 juga menjadi karya sastra yang terkenal. Hingga saat ini, novel Sunda terus ditulis baik oleh penulis senior maupun penulis muda. Berbagai penghargaan sastra juga diberikan kepada penulis-penulis tersebut sebagai bentuk apresiasi terhadap karya-karya sastra mereka.