Pentingnya Dokumentasi dalam Penciptaan dan Rekonstruksi Seni Tradisional di Indonesi
Di era kemerdekaan, para kreator seni di Nusantara mulai memasuki fase baru dalam penciptaan karya mereka. Meskipun demikian, banyak dari karya-karya tersebut tidak memiliki nama yang tercatat. Hal ini mungkin disebabkan oleh pengaruh masa penjajahan yang membuat para kreator tersebut enggan untuk mengungkapkan identitas mereka dalam karya-karya mereka. Setelah lepas dari belenggu penjajahan, barulah ada kebebasan untuk mengembangkan karya seni tradisional yang ditafsir ulang agar lebih menarik. Secara umum, di era kemerdekaan, seni mulai diminati oleh generasi muda yang produktif dan berpenghasilan. Banyak seniman terkenal yang hanya sedikit mendokumentasikan hasil karya mereka, baik dalam bentuk tulisan maupun foto. Dampaknya adalah masyarakat tidak mengetahui secara detail mengenai karya-karya seni yang kita kenal namanya, hingga saat ini. Banyak yang tidak mengetahui secara pasti bentuk dan latar belakang karya-karya tersebut karena minimnya dokumentasi. Hal serupa juga terjadi pada bentuk-bentuk seni tradisional. Tidak sedikit karya seni adiluhung yang tidak terlacak karena ketiadaan dokumen tertulis. Kalaupun ada, dokumen tersebut ditulis dengan aksara kuno, misalnya aksara Kawi (Jawa Kuno), yang tidak semua orang dapat membaca dan memahami artinya. Jadi, harus dilakukan beberapa langkah untuk menelusurinya, mulai dari menerjemahkan dari bahasa Jawa Kuno ke dalam bahasa Indonesia, hingga memaknai sesuai disiplin ilmu seninya. Proses ini tentunya membutuhkan waktu dan biaya yang tidak sedikit. Apabila proses penerjemahan dan pemaknaan telah selesai, barulah proses rekonstruksi seni dapat dilaksanakan. Persiapan atau proses rekonstruksi seni juga memakan waktu yang cukup lama dan melelahkan. Hal itu disebabkan oleh adanya penelusuran lebih lanjut. Contohnya, jika dokumen yang ditemukan menjelaskan tentang salah satu jenis tarian, harus ada penelusuran gerak tari, penelusuran iringan tari, vokal, dan memadukan semua unsur tersebut. Hasil rekonstruksi itulah yang kemudian dijadikan dokumen seni. Pada era kemerdekaan, seni budaya juga mulai mendapat perhatian dari pemerintah. Selain diadakannya koleksi untuk museum, lahir pula organisasi-organisasi seni, seperti PERSAGI (Persatuan Ahli Gambar Indonesia), Kridha Beksa Wirama atau KBW (organisasi tari tertua di Indonesia), Yayasan Siswa Among Beksa, Yayasan Pamulangan Beksa Ngayogyakarta, Irama Citra, Bengkel Teater, Sanggar Bambu, Teater Alam, PARFI (Persatuan Artis Film Indonesia), YMI (Yayasan Musik Indonesia), dan Teater Populer. Dalam kesimpulan, dokumentasi memiliki peran yang sangat penting dalam penciptaan dan rekonstruksi seni tradisional di Indonesia. Tanpa dokumentasi yang memadai, banyak karya seni yang akan hilang dan tidak terlacak. Oleh karena itu, penting bagi para seniman dan pemerintah untuk bekerja sama dalam mendokumentasikan dan melestarikan seni tradisional agar dapat diwariskan kepada generasi mendatang.