Senja di Balik Seragam **
Matahari sore itu terbenam di balik gedung kampus, meninggalkan langit jingga yang memudar. Di taman belakang, tempat kami biasa berkumpul, hanya tersisa aku dan Rara. "Gimana perasaan lo, Ra?" tanyaku, memecah keheningan. Rara tersenyum, matanya berkaca-kaca. "Campur aduk, sih. Seneng udah selesai, tapi sedih juga ninggalin semuanya." "Gue juga," aku mengangguk. "Tapi, kita kan masih bisa ketemu kok." "Iya, tapi gak akan sama kayak dulu." Rara menghela napas. "Dulu, kita ketemu setiap hari, ngobrol, belajar bareng. Sekarang, kita bakal sibuk sama urusan masing-masing." "Mungkin iya, tapi kita bisa tetap saling mendukung. Kita bisa saling cerita tentang apa yang kita alami, apa yang kita perjuangkan." Rara mengangguk pelan. "Lo bener. Kita harus tetap saling kuat, meskipun jalan kita udah beda." Kami terdiam sejenak, memandang langit jingga yang semakin gelap. "Ra, lo inget gak, waktu kita pertama kali masuk kuliah?" tanyaku, memecah keheningan lagi. Rara tertawa kecil. "Inget banget. Lo masih cupu banget waktu itu, takut ngomong di depan kelas." "Iya, gue emang cupu. Tapi, lo yang selalu ngebuat gue berani. Lo yang selalu ngasih semangat." "Gue juga belajar banyak dari lo, Kak. Lo yang selalu ngajarin gue buat jadi lebih mandiri, lebih berani menghadapi tantangan." Kami saling tersenyum, mengenang masa-masa indah di bangku kuliah. "Makasih, Ra, udah jadi sahabat terbaik gue selama ini." "Makasih juga, Kak, udah jadi kakak terbaik gue." Senja semakin gelap, menandakan berakhirnya hari. Kami berjanji untuk tetap saling menjaga, meskipun jalan hidup kami sudah berbeda. Wawasan:** Cerita ini menggambarkan tentang perpisahan yang penuh haru dan makna. Meskipun perpisahan adalah hal yang tak terelakkan, persahabatan yang terjalin selama masa kuliah akan tetap menjadi kenangan indah yang akan selalu diingat. Cerita ini juga mengingatkan kita bahwa meskipun jalan hidup kita berbeda, kita tetap bisa saling mendukung dan saling menjaga.