Perjalanan Pembentukan Dasar Negara Indonesi
Pada tanggal 31 Mei 1945, Soepomo menyampaikan pidato yang berbicara tentang stina tur sosial bangsa Indonesia yang ditopang oleh semangat persatuan hidup. Ia menekankan pentingnya kekeluargaan dan keseimbangan lahir batin dalam masyarakat, serta pentingnya bermusyawarah dengan rakyat untuk menyelenggarakan keadilan dan keadilan rakyat. Soepomo juga menyebutkan mengenai aliran pikiran (staatsidee) Indonesia yang nantinya akan menjadi dasar negara yang integralistik. Pada tanggal 1 Juni 1945, Soekarno menyampaikan pidato yang berisi 5 dasar negara: kebangsaan Indonesia, persatuan kemanusiaan atau internasionalisme, musyawarah atau demokrasi, kesejahteraan sosial, dan ketuhanan. Terhadap kelima dasar tersebut, Soekarno mengusulkan nama Pancasila. Setelah sidang BPUPK, dibentuk Panitia Delapan dan Panitia Sembilan. Panitia Delapan bertugas untuk mengumpulkan berbagai usulan dari para anggota, sementara Panitia Sembilan bertugas menyusun Pembukaan Hukum Dasar. Panitia Delapan berhasil merangkum 9 pokok usulan, yaitu: (1) Usulan yang meminta Indonesia merdeka secepat mungkin, (2) Usulan yang meminta mengenai dasar negara, (3) Usulan yang meminta mengenai soal unifikasi atau federasi, (4) Usulan yang meminta mengenai bentuk negara dan kepala negara, (5) Usulan yang meminta mengenai warga negara, (6) Usulan yang meminta mengenai dakwah, (7) Usulan yang meminta mengenai agama dan negara, (8) Usulan yang meminta mengenai pembelaan, dan (9) Usulan yang meminta mengenai keuangan. Panitia Sembilan mengadakan rapat pada 22 Juni 1945 untuk membahas dasar negara. Diskusi berlangsung alot ketika membahas bagaimana relasi agama dan negara, sebagaimana juga yang tergambar dalam sidang BPUPK. Beberapa anggota BPUPK menghendaki bahwa dasar negara Indonesia harus berlandaskan Islam, mengingat mayoritas penduduk Indonesia adalah Muslim. Namun, sebagian kelompok lain menolak menjadikan agama (dalam hal ini Islam) sebagai dasar negara. Piagam Jakarta adalah kesepakatan Panitia Sembilan, yang di dalamnya terdapat tujuh kata dengan kewajiban menjalankan syariat Islam bagi pemeluknya. Kesimpulan: Proses pembentukan dasar negara Indonesia melibatkan berbagai tokoh dan panitia yang berusaha mencapai kesepakatan mengenai dasar-dasar negara yang akan menjadi landasan bagi bangsa Indonesia. Diskusi dan perdebatan terjadi terutama dalam hal hubungan antara agama dan negara. Piagam Jakarta akhirnya menjadi hasil kesepakatan yang mencerminkan kompromi antara berbagai pandangan.