Reformasi Hukum dan Pemerintahan di Indonesia pada Masa Pemerintahan Abdurrahman Wahid
Pada masa pemerintahan Abdurrahman Wahid, Indonesia mengalami reformasi di bidang hukum dan pemerintahan yang signifikan. Amendemen UUD 1945 dilakukan oleh MPR pada tanggal 18 Agustus 2000, yang mengubah susunan pemerintahan Negara Kesatuan Republik Indonesia menjadi pemerintahan pusat, provinsi, kabupaten, dan kota. Amendemen ini juga memungkinkan pemilih untuk memilih wakil mereka secara langsung di tingkat Dewan Perwakilan. Selain itu, reformasi juga dilakukan di institusi Angkatan Bersenjata Republik Indonesia (ABRI), yang terdiri dari unsur TNI dan Polri. Pemisahan TNI dan Polri bertujuan untuk mengembalikan fungsi masing-masing unsur tersebut. TNI dapat fokus dalam menjaga kedaulatan wilayah Republik Indonesia dari ancaman kekuatan asing, sementara Polri dapat lebih berkonsentrasi dalam menjaga keamanan dan ketertiban. Selama pemerintahan Abdurrahman Wahid, juga dilakukan upaya untuk menyelesaikan berbagai kasus korupsi, kolusi, dan nepotisme (KKN) yang terjadi pada masa pemerintahan Orde Baru. Meskipun proses hukum terhadap mantan Presiden Soeharto belum dapat dilanjutkan karena alasan kesehatan, Kejaksaan Agung menetapkan Soeharto sebagai tahanan kota dan melarangnya bepergian ke luar negeri. Beberapa yayasan yang dipimpin oleh Soeharto juga terlibat dalam proses hukum. Selain itu, pemerintahan Abdurrahman Wahid juga memulihkan hak minoritas keturunan Tionghoa yang beragama Konghucu melalui Keputusan Presiden No 6 Tahun 2000. Hal ini merupakan upaya untuk mengurangi campur tangan negara dalam kehidupan umat beragama. Reformasi hukum dan pemerintahan yang dilakukan pada masa pemerintahan Abdurrahman Wahid memiliki dampak yang signifikan dalam memperbaiki sistem pemerintahan dan menegakkan keadilan di Indonesia. Meskipun masih banyak pekerjaan rumah yang harus diselesaikan, langkah-langkah ini merupakan langkah awal yang penting dalam membangun negara yang lebih demokratis dan adil.