Menjaga Eksistensi Becak: Dari Angkutan Umum ke Wisat
Becak kayuh, yang telah ada selama berabad-abad, adalah salah satu bentuk transportasi tradisional yang masih bertahan hingga saat ini. Meskipun memiliki eksistensi yang cukup lama, becak kayuh menghadapi tantangan yang signifikan dalam menghadapi era digital saat ini. Dengan adanya transportasi berbasis online yang semakin populer di Indonesia, termasuk di Surakarta, jumlah penarik becak telah menurun secara signifikan. Pada tahun 1996-1997, pendapatan dari becak cukup untuk memenuhi kebutuhan hidup satu keluarga. Namun, beberapa tahun terakhir ini telah menjadi lebih sulit untuk becak kayuh bersaing dengan moda transportasi lain yang lebih cepat dan efisien. Salah satu alasan utamanya adalah karena kondisi fisik becak yang sudah tua dan membutuhkan perbaikan agar lebih nyaman bagi penumpang. Selain itu, becak kayuh yang hanya mengandalkan kekuatan fisik manusia semakin sulit bersaing dengan moda transportasi lain yang lebih efisien. Misalnya, tarif becak kayuh untuk perjalanan dari Benteng Vastenburg ke Keraton Kasunanan, Pasar Klewer, atau Batik Kauman bisa mencapai Rp15-20 ribu sekali. Sementara itu, tarif untuk perjalanan dari Benteng Vastenburg ke Kawasan Sriwedari bisa lebih tinggi, di atas Rp20 ribu. Penumpang becak kayuh terutama terdiri dari pedagang yang membawa barang-barang bawaan yang tidak bisa dibawa dengan motor, serta wisatawan yang ingin mengunjungi berbagai tempat wisata di kota. Fakta-fakta ini membuat becak kayuh sulit bersaing dengan moda transportasi lain yang ada saat ini. Selain itu, usia para pengemudi becak kayuh yang rata-rata sudah cukup tua juga menjadi kendala utama menurunnya peminat moda transportasi jenis ini. Oleh karena itu, para pengemudi becak kayuh harus berbenah dan melakukan perbaikan agar becak kayuh tetap relevan dan dapat bersaing dengan moda transportasi lain di masa depan. Dengan melakukan perbaikan pada becak kayuh, kita dapat memastikan bahwa becak kayuh tetap menjadi pilihan transportasi yang layak dan nyaman bagi penumpang. Selain itu, becak kayuh juga dapat menjadi pilihan transportasi yang lebih berkelanjutan dan ramah lingkungan karena tidak menghasilkan emisi berlebihan. Dengan menjaga eksistensi becak kayuh, kita dapat memastikan bahwa transportasi tradisional ini tetap menjadi bagian dari sejarah dan budaya kota Surakarta.