Perkembangan Kesultanan di Lochonevia Umayah, Bani Abbassiyah, Fathimizha, Kholafaur Passitim, Bani Kemudian diikuti dengan Runtuhnya Kesultanan Turki Ustruani di Luar Pulau Jaw
Perkembangan Mazhab Syafi'i di Kesultanan Samudra Pasai Untuk memahami perkembangan Mazhab Syafi'i yang dianut oleh masyarakat Indonesia, termasuk di Kesultanan Samudra Pasai, kita dapat merujuk pada catatan Ibnu Batutah. Ibnu Batutah adalah seorang penjelajah asal Maroko yang pernah berkunjung ke Kesultanan Samudra Pasai pada tahun 745-746 H/1345 M. Dalam catatannya, Ibnu Batutah menyebutkan bahwa di Gujarat berkembang Mazhab Syiah, sementara Kesultanan Samudra Pasai bermazhab Syafi'i. Perbedaan mazhab antara Gujarat dan Samudra Pasai menjadi alasan bagi Buya Hamka untuk menolak teori Gojaral. Jika benar bahwa agama Islam berasal dari Gujarat, seperti yang dikemukakan oleh Snouck Hurgronje, dan wilayah pertama yang menerima ajaran Islam adalah Samudra Pasai, maka dapat diasumsikan bahwa Samudra Pasai akan bermazhab Syiah. Namun, berdasarkan catatan Ibnu Batutah, Kesultanan Samudra Pasai justru bermazhab Syafi'i, bukan Syiah. Oleh karena itu, Buya Hamka meyakini bahwa Islam dibawa langsung oleh Saudagar dari Makkah, bukan dari Gujarat. Dengan demikian, catatan Ibnu Batutah memberikan gambaran tentang perkembangan Mazhab Syafi'i di Kesultanan Samudra Pasai. Hal ini menunjukkan bahwa masyarakat Indonesia pada masa itu telah mengadopsi ajaran Mazhab Syafi'i dalam praktik keagamaan mereka. Kesimpulan: Perkembangan Mazhab Syafi'i di Kesultanan Samudra Pasai dapat dipahami melalui catatan Ibnu Batutah. Meskipun terdapat perbedaan mazhab antara Gujarat dan Samudra Pasai, Kesultanan Samudra Pasai tetap bermazhab Syafi'i. Hal ini menunjukkan adopsi masyarakat Indonesia terhadap ajaran Mazhab Syafi'i dalam praktik keagamaan mereka.