Si Cerdik dan Si Licik **
Di tengah rimbunnya hutan, hiduplah seekor tupai bernama Pipit yang terkenal dengan kecerdikannya. Pipit memiliki bulu cokelat keemasan yang berkilauan di bawah sinar matahari, dan ekornya yang panjang selalu bergoyang-goyang dengan lincah. Ia gemar melompat dari dahan ke dahan, mencari kacang-kacangan dan buah-buahan yang lezat. Suatu hari, Pipit sedang asyik mengunyah kacang di atas pohon tinggi, ketika ia melihat seekor rubah licik bernama Riki mendekat. Riki terkenal dengan kelicikannya dan sering menipu hewan lain untuk mendapatkan makanan. Pipit tahu bahwa ia harus berhati-hati. "Hai Pipit," sapa Riki dengan suara lembut, "Apa yang kau lakukan di sana?" "Aku sedang menikmati kacangku, Riki," jawab Pipit dengan hati-hati. "Kenapa kau bertanya?" "Aku hanya ingin menyapa," jawab Riki, matanya berbinar-binar. "Kau tahu, aku sangat lapar. Apakah kau mau berbagi kacangmu denganku?" Pipit tahu bahwa Riki tidak benar-benar lapar. Ia hanya ingin mencuri kacang-kacangannya. "Maaf, Riki," jawab Pipit. "Kacang ini untukku sendiri. Kau bisa mencari makananmu sendiri." Riki tidak menyerah begitu saja. Ia mulai memikirkan cara untuk menipu Pipit. "Kau tahu," kata Riki, "Aku mendengar ada pohon apel yang penuh dengan buah-buahan lezat di ujung hutan. Aku akan membantumu mengambilnya jika kau mau berbagi kacangmu denganku." Pipit tergiur dengan tawaran Riki. Ia memang ingin mendapatkan apel-apel yang lezat itu. Namun, ia tetap waspada. "Bagaimana aku bisa yakin bahwa kau tidak akan mencuri semua apelnya untuk dirimu sendiri?" tanya Pipit. Riki tersenyum licik. "Aku berjanji, Pipit. Aku akan membagi apel-apel itu denganmu secara adil. Kita bisa menjadi teman." Pipit berpikir sejenak. Ia memutuskan untuk mempercayai Riki. Ia memberikan beberapa kacang kepada Riki dan mereka berdua pergi ke ujung hutan. Sesampainya di sana, Pipit melihat pohon apel yang penuh dengan buah-buahan merah merona. Riki langsung memanjat pohon dan mulai memetik apel-apel itu. Pipit menunggu di bawah pohon, dengan sabar menunggu bagiannya. Namun, Riki tidak menepati janjinya. Ia terus memetik apel dan menyimpannya di dalam tasnya. Pipit mulai curiga. "Riki," kata Pipit, "Dimana bagianku?" Riki tertawa jahat. "Tidak ada bagian untukmu, Pipit. Aku sudah mendapatkan semua apelnya untukku sendiri." Pipit marah. Ia tahu bahwa Riki telah menipunya. Ia bertekad untuk menghukum Riki atas kelicikannya. "Kau mungkin berhasil menipu aku, Riki," kata Pipit, "Tapi aku tidak akan membiarkanmu lolos begitu saja." Pipit melompat ke atas pohon dan mulai menggigit ekor Riki. Riki terkejut dan berusaha melepaskan diri, tetapi Pipit terlalu cepat dan lincah. Ia terus menggigit ekor Riki sampai Riki terjatuh dari pohon. Riki berlari secepat yang ia bisa, dengan Pipit mengejarnya di belakang. Pipit terus menggigit ekor Riki sampai Riki sampai di tepi sungai. Riki terjatuh ke dalam sungai dan terbawa arus. Pipit tertawa puas. Ia telah berhasil menghukum Riki atas kelicikannya. Ia kembali ke pohon apel dan menikmati apel-apel yang lezat itu. Sejak hari itu, Pipit menjadi terkenal di seluruh hutan karena kecerdikannya dan keberaniannya melawan Riki yang licik. Ia selalu mengingatkan hewan-hewan lain untuk berhati-hati terhadap Riki dan tidak mudah percaya pada janji-janjinya. Pesan Moral:** Cerita ini mengajarkan kita bahwa kecerdasan dan kelicikan tidak selalu berjalan beriringan. Kecerdasan yang sejati adalah kecerdasan yang digunakan untuk kebaikan, bukan untuk menipu dan merugikan orang lain. Kita harus selalu berhati-hati terhadap orang-orang yang licik dan tidak mudah percaya pada janji-janji mereka.