Hubungan antara Sastra dan Politik di Indonesi
Sejak awal pertumbuhan sastrawan-sastrawan Indonesia, hubungan antara sastra dan politik telah menunjukkan perhatian yang serius. Para pengarang zaman sebelum perang banyak yang aktif dalam kegiatan pergerakan kebangsaan pada masa itu. Bahkan ada di antaranya yang kemudian lebih terkenal sebagai politikus daripada pengarang, seperti Muh. Yamin dan Roestam Effendi. Pada awal tahun lima puluhan, terjadi polemik yang seru antara orang-orang yang membela hak hidup Angkatan 45 dengan orang-orang yang mengatakan "Angkatan 45 sudah mampus". Polemik ini terjadi karena adanya perbedaan-perbedaan pandangan mengenai seni dan sastra yang berpangkal pada perbedaan-perbedaan pendirian politik. Mereka waktu itu berpendapat bahwa revolusi 45 sudah diselewengkan dan karena itu secara politik apa yang seharusnya disebut Angkatan 45 dalam politik mati. Maka secara luas-lois, orang-orang itu berpendapat bahwa juga dalam sastra Indonesia tidak ada apa yang dinamakan Angkatan 45. PKI mengaralikan segala kekuatan dalam segala bidang dan segala lapangan. Bukan hanya dalam bidang politik saja, tetapi juga dalam bidang-bidang lainnya dilakukan pengarahan kekuatan secara demonstratif dan massal. Dalam bidang kebudayaan, pengarahan tenaga ini dilakukan oleh Lekra yang secara simultan bekerja sama dengan serikat buruh, organisasi pemuda, mahasiswa, sarjana potensi masyarakat yang lain. Pengarang, seniman, dan budayaawan diteror untuk bergabung kepada Lekra. PKI menggunakan kekuatan dan pengarahan massal untuk mencapai tujuan politiknya. Dalam hal ini, sastra dan politik saling mempengaruhi dan berinteraksi satu sama lain. Sastra digunakan sebagai alat untuk memperkuat ideologi politik dan mempengaruhi opini publik. Sebaliknya, politik juga mempengaruhi perkembangan sastra dan budaya di Indonesia. Hubungan antara sastra dan politik di Indonesia adalah hubungan yang saling mempengaruhi. Sastra digunakan sebagai alat untuk memperkuat ideologi politik dan mempengaruhi opini publik, sementara politik mempengaruhi perkembangan sastra dan budaya di Indonesia. Hubungan ini menunjukkan betapa pentingnya sastra dalam kehidupan berbangsaan dan bagaimana sastra dapat digunakan sebagai alat untuk memperjuangkan hak dan kebebasan individu.