Pembantaian 1965 di Indonesia: Sejarah yang Terlupaka
Pembantaian 1965 di Indonesia adalah salah satu peristiwa terkejam dalam sejarah negara tersebut. Meskipun banyak yang diketahui tentang peristiwa tersebut, banyak hal yang masih belum diketahui, termasuk jumlah korban yang pasti meninggal. Pada saat itu, hanya sedikit wartawan dan akademisi Barat yang ada di Indonesia, dan angkatan bersenjata adalah satu-satunya sumber informasi. Rezim yang melakukan pembantaian berkuasa selama tiga dekade. Pada saat itu, media di Indonesia dibatasi oleh larangan-larangan di bawah "Demokrasi Terpimpin" dan "Orde Baru" yang mengambil alih pada Oktober 1966. Karena pembantaian terjadi di puncak Perang Dingin, hanya sedikit penyelidikan internasional yang dilakukan, karena berisiko memperkuat prasangka Barat terhadap Soeharto dan "Orde Baru" atas PKI dan "Orde Lama". Selama 20 tahun pertama setelah pembantaian, muncul 39 perkiraan serius mengenai jumlah korban. Sebelum pembantaian selesai, angkatan bersenjata memperkirakan sekitar 78.500 telah meninggal, sedangkan orang-orang komunis yang trauma perkiraan awalnya mencapai 2 juta korban jiwa. Di kemudian hari, angkatan bersenjata memperkirakan jumlah yang dibantai dapat mencapai sekitar 1 juta orang. Pada 1966, Benedict Anderson memperkirakan jumlah korban meninggal sekitar 200.000 orang, dan pada 1985, ia mengajukan perkiraan mulai dari 500.000 sampai 1 juta orang. Sebagian besar sejarawan sepakat bahwa setidaknya setengah juta orang dibantai, lebih banyak dari peristiwa manapun dalam sejarah Indonesia. Komando keamanan angkatan bersenjata memperkirakan antara 450.000 sampai 500.000 jiwa dibantai. Para korban dibunuh dengan cara ditembak, dipenggal, dicekik, atau digorok oleh angkatan bersenjata dan kelompok Islam. Pembantaian dilakukan dengan cara "tatap muka", tidak seperti proses pembantaian massal oleh Khmer merah di Kamboja atau oleh Jerman Nazi di Eropa. Pembantaian 1965 di Indonesia adalah peristiwa yang sangat menyakitkan dan terlupakan dalam sejarah negara tersebut. Meskipun banyak yang diketahui tentang peristiwa tersebut, banyak hal yang masih belum diketahui, termasuk jumlah korban yang pasti meninggal. Pada saat itu, hanya sedikit wartawan dan akademisi Barat yang ada di Indonesia, dan angkatan bersenjata adalah satu-satunya sumber informasi. Rezim yang melakukan pembantaian berkuasa selama tiga dekade. Pada saat itu, media di Indonesia dibatasi oleh larangan-larangan di bawah "Demokrasi Terpimpin" dan "Orde Baru" yang mengambil alih pada Oktober 1966. Karena pembantaian terjadi di puncak Perang Dingin, hanya sedikit penyelidikan internasional yang dilakukan, karena berisiko memperkuat prasangka Barat terhadap Soeharto dan "Orde Baru" atas PKI dan "Orde Lama". Selama 20 tahun pertama setelah pembantaian, muncul 39 perkiraan serius mengenai jumlah korban. Sebelum pembantaian selesai, angkatan bersenjata memperkirakan sekitar 78.500 telah meninggal, sedangkan orang-orang komunis yang trauma perkiraan awalnya mencapai 2 juta korban jiwa. Di kemudian hari, angkatan bersenjata memperkirakan jumlah yang dibantai dapat mencapai sekitar 1 juta orang. Pada 1966, Benedict Anderson memperkirakan jumlah korban meninggal sekitar 200.000 orang, dan pada 1985, ia mengajukan perkiraan mulai dari 500.000 sampai 1 juta orang. Sebagian besar sejarawan sepakat bahwa setidaknya setengah juta orang dibantai, lebih banyak dari peristiwa