Pancasila dan Penghilangan Orang Paksa di Indonesia: Sebuah Analisis
Pancasila,ar negara Indonesia, menekankan nilai-nilai seperti keadilan sosial, persatuan, dan kebebasan. Namun, periode 1997-1998 menunjukkan bagaimana prinsip-prinsip ini dapat dilanggar dalam kasus penghilangan orang paksa. Pada saat itu, aktivis, pemuda, dan mahasiswa yang berjuang untuk keadilan dan demokrasi dipenalisasi karena dianggap sebagai ancaman bagi stabilitas negara. Penghilangan orang paksa, yang dilakukan oleh Tim Mawar, sebuah tim dari Kopassus yang dibentuk oleh pemerintahan Orde Baru, bertentangan dengan prinsip Pancasila. Tindakan ini tidak hanya melanggar hak asasi manusia dasar, tetapi juga menghancurkan nilai-nilai Pancasila yang menekankan kebebasan berpikir dan berbicara. Pada saat itu, Indonesia sedang menghadapi dua agenda politik besar: Pemilu 1997 dan Sidang Umum MPR pada Maret 1998. Pemerintahan Orde Baru, yang dipimpin oleh Presiden Soeharto, menganggap aktivis politik pro-demokrasi sebagai ancaman bagi stabilitas negara dan memutuskan untuk menghilangkan mereka secara paksa. Tindakan ini tidak hanya melanggar hak asasi manusia dasar, tetapi juga menghancurkan nilai-nilai Pancasila yang menekankan kebebasan berpikir dan berbicara. Pancasila, sebagai dasar negara, menekankan pentingnya kebebasan berpikir dan berbicara sebagai bagian dari kebebasan beragama dan berkeyakinan. Penghilangan orang paksa bertentangan dengan prinsip ini dan menunjukkan bahwa prinsip Pancasila tidak selalu dihormati dan ditegakkan oleh pemerintah. Dalam kesimpulannya, penghilangan orang paksa yang terjadi di Indonesia pada periode 1997-1998 menunjukkan bagaimana prinsip-prinsip Pancasila dapat dilanggar dalam situasi tertentu. Tindakan ini tidak hanya melanggar hak asasi manusia dasar, tetapi juga menghkan nilai-nilai Pancasila yang menekankan kebebasan berpikir dan berbicara. Kasus ini menyoroti pentingnya menjaga dan menegakkan prinsip Pancasila dalam semua aspek kehidupan berbangsa dan bernegara.