Bagaimana UU Cipta Kerja Mengubah Sistem Pesangon? Sebuah Kajian Komparatif
Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja (UU Cipta Kerja) membawa perubahan signifikan dalam berbagai aspek ketenagakerjaan di Indonesia, termasuk sistem pesangon. Perubahan ini memicu perdebatan sengit antara pemerintah dan serikat pekerja. Pemerintah berpendapat bahwa perubahan tersebut diperlukan untuk menarik investasi dan menciptakan lapangan kerja, sementara serikat pekerja khawatir bahwa perubahan tersebut akan merugikan hak-hak pekerja.
Perbandingan Sistem Pesangon Lama dan Baru
Sebelum UU Cipta Kerja, sistem pesangon di Indonesia diatur dalam Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan (UU Ketenagakerjaan). Dalam UU Ketenagakerjaan, pesangon dihitung berdasarkan masa kerja dan upah terakhir yang diterima pekerja. Semakin lama masa kerja, semakin besar pesangon yang diterima.
UU Cipta Kerja mengubah perhitungan pesangon dengan memperkenalkan skema baru yang lebih sederhana. Dalam skema baru ini, pesangon dihitung berdasarkan masa kerja dan upah, dengan batasan maksimal. Perubahan ini menuai kritik karena dianggap mengurangi besaran pesangon yang diterima pekerja, terutama bagi mereka yang telah bekerja dalam jangka waktu lama.
Alasan Perubahan Sistem Pesangon
Pemerintah beralasan bahwa perubahan sistem pesangon dalam UU Cipta Kerja bertujuan untuk menciptakan iklim investasi yang lebih kondusif. Sistem pesangon yang lama dianggap memberatkan pengusaha, sehingga menghambat investasi dan penciptaan lapangan kerja. Dengan sistem pesangon yang lebih sederhana dan terukur, diharapkan investor akan lebih tertarik untuk menanamkan modalnya di Indonesia.
Di sisi lain, serikat pekerja berpendapat bahwa perubahan sistem pesangon merugikan hak-hak pekerja. Mereka menilai bahwa pesangon merupakan hak pekerja yang harus dipenuhi oleh pengusaha sebagai bentuk apresiasi atas dedikasi dan kontribusi pekerja selama bekerja. Pengurangan besaran pesangon dianggap tidak adil dan merugikan pekerja, terutama dalam situasi pemutusan hubungan kerja (PHK).
Dampak Perubahan Sistem Pesangon
Perubahan sistem pesangon dalam UU Cipta Kerja berdampak signifikan terhadap pekerja dan pengusaha. Bagi pekerja, perubahan ini berpotensi mengurangi besaran pesangon yang mereka terima jika terjadi PHK. Hal ini dapat menyulitkan pekerja dalam memenuhi kebutuhan hidup, terutama jika mereka belum mendapatkan pekerjaan baru.
Bagi pengusaha, perubahan sistem pesangon dapat mengurangi beban biaya perusahaan, terutama dalam hal PHK. Hal ini dapat meningkatkan efisiensi dan daya saing perusahaan. Namun, perubahan ini juga dapat menimbulkan ketidakpuasan di kalangan pekerja, yang pada akhirnya dapat mengganggu produktivitas dan kinerja perusahaan.
Perubahan sistem pesangon dalam UU Cipta Kerja merupakan isu kompleks yang memicu perdebatan panjang. Pemerintah berpendapat bahwa perubahan tersebut diperlukan untuk meningkatkan investasi dan menciptakan lapangan kerja. Namun, serikat pekerja khawatir bahwa perubahan tersebut akan merugikan hak-hak pekerja. Diperlukan dialog yang konstruktif antara pemerintah, pengusaha, dan pekerja untuk menemukan solusi yang adil dan berimbang bagi semua pihak.