Konjungsi Hilang di Rumah Tua **
Mentari sore menerobos celah jendela kayu, menyapa debu-debu yang menari-nari di udara. Rumah tua itu sunyi, hanya diiringi suara detak jam dinding yang berdetak pelan. Di ruang tengah, Nenek Sarah duduk di kursi goyang, matanya menerawang ke arah foto-foto keluarga yang menghiasi dinding. "Konjungsi," gumam Nenek Sarah, jari-jarinya menelusuri bingkai foto yang memuat dirinya bersama almarhum suaminya. "Konjungsi yang hilang." Sejak beberapa hari terakhir, Nenek Sarah merasa ada yang aneh. Kata-kata yang keluar dari mulutnya terasa hambar, seperti kehilangan bumbu. Ia tak bisa lagi menyusun kalimat dengan lancar, seolah-olah ada sesuatu yang menghilang dari otaknya. "Seperti kehilangan kunci pintu," pikir Nenek Sarah, "Tanpa kunci, pintu tak bisa terbuka." Ia mencoba mengingat-ingat, kapan terakhir kali ia menggunakan konjungsi. "Ah, mungkin saat bercerita tentang masa kecilku kepada cucu-cucu," gumamnya. Nenek Sarah teringat cerita tentang masa kecilnya, tentang bagaimana ia dan teman-temannya bermain di sungai, berlarian di sawah, dan bernyanyi bersama di bawah pohon mangga. Ia ingat bagaimana ia menggunakan kata "dan", "tetapi", "atau", dan "sehingga" untuk menghubungkan cerita-cerita itu. "Konjungsi," bisiknya, "Konjungsi yang menghubungkan cerita hidupku." Tiba-tiba, Nenek Sarah teringat sebuah kotak kayu tua yang tersimpan di lemari. Kotak itu berisi kenangan masa kecilnya, surat-surat cinta dari almarhum suaminya, dan buku-buku cerita yang ia baca saat muda. Dengan tangan gemetar, Nenek Sarah membuka kotak itu. Di dalamnya, ia menemukan sebuah buku kecil yang sudah usang. Di sampulnya tertulis "Kamus Bahasa Indonesia". Nenek Sarah membuka buku itu dan menemukan halaman yang memuat tentang konjungsi. Ia membaca dengan saksama, seolah-olah menemukan harta karun yang terpendam. "Konjungsi," gumamnya, "Konjungsi yang menghubungkan kata-kata, kalimat, dan cerita." Nenek Sarah tersenyum. Ia merasa seperti menemukan kembali kunci pintu yang hilang. Ia yakin, dengan bantuan konjungsi, ia bisa kembali menyusun kalimat dengan lancar, dan menceritakan kisah hidupnya dengan penuh makna. "Konjungsi," bisiknya, "Konjungsi yang membuat hidupku lebih berwarna." Metafora:** * "Konjungsi seperti kunci pintu" - Konjungsi diibaratkan sebagai kunci pintu yang membuka jalan bagi kalimat yang lancar dan bermakna. * "Konjungsi yang menghubungkan cerita hidupku" - Konjungsi diibaratkan sebagai benang merah yang menghubungkan berbagai peristiwa dalam hidup Nenek Sarah. * "Konjungsi yang membuat hidupku lebih berwarna" - Konjungsi diibaratkan sebagai warna yang memperkaya dan menghidupkan cerita hidup Nenek Sarah.